Rabu, 15 Mei 2024 – 01:12 WIB
Jakarta – Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro mengungkapkan, seratnya likuiditas hingga penurunan daya beli masyarakat kelas bawah dan menengah ke bawah menjadi tantangan industri perbankan pada tahun ini.
Baca Juga :
Banyak Pabrik Tekstil Bangkrut hingga PHK, Ini Biang Keroknya
Andry mengatakan, pada tahun ini perbankan akan menghadapi tantangan likuiditas. Pasalnya, tren pertumbuhan kredit di perbankan kini cukup agresif.
“Nah tantangannya ada di likuiditas tentu saja tantangan dalam mendorong pertumbuhan kredit. Karena tren pertumbuhan kredit di perbankan terutama bank bank besar ini cukup agresif,” kata Andry dalam Mandiri Macroeconomic Outlook Selasa, 14 Mei 2024.
Baca Juga :
Bareskrim Periksa Pejabat Pelaksana RUPSLB Bank Sumsel Babel
Tantangan kedua jelas Andry, pemangkasan suku bunga acuan cenderung akan dilakukan pada akhir tahun. Sehingga, tren suku bunga acuan tinggi akan bertahan lebih lama di 2024.
Baca Juga :
Volume Transaksi Meroket, Investasi Aset Kripto Makin Diminati
“Ketiga faktor wait and see walaupun bukan dominan tapi banyak juga menunggu berita kabinet setelah bulan Oktober nanti pelantikan. Keempat ini menjadi konsern kami mengenai daya beli kelas bawah dan juga menengah bawah. Nah ini bagaimana kemudian kita perlu antisipasi supaya tidak memburuk,” jelasnya.
Namun demikian, Andry menjelaskan ada sejumlah peluang kinerja bank dari sisi kredit dan simpanan. Pertama, pertumbuhan ekonomi domestik berpotensi tumbuh di 5 persen.
“Ada potensi pertumbuhan 5 persen, yang mayoritas didorong oleh pertumbuhan ekonomi domestik bukan kredit perbankan. Ini dari sektor food and beverage, transportasi maupun telekomunikasi,” ujarnya
Kedua, ada ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi akan relatif lebih tinggi bila setelah satu tahun Pemilu. Hal ini terutama didorong oleh belanja modal atau capex di semester II-2024.
Ketiga, sektor komoditas yang relatif flat atau tidak turun lebih dalam yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan penempatan dana di perbankan.
“Keempat ini kinerja baik dari pemerintah dan otoritas moneter menjaga inflasi di sekitar 3-4 persen. Sehingga bisa menjaga daya beli masyarakat,” kata dia.
Sementara itu, Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri, Dian Ayu Yustina mengatakan ketatnya likuiditas terjadi karena terdapat kesenjangan antara kondisi pertumbuhan kredit dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).
“Tapi memang kalau dibandingkan dengan pertumbuhan kredit ini ada gap, sehingga kondisi likuiditas ini cukup menjadi tantangan, kalau pertumbuhan kredit akselerasi cukup cepat sementara pertumbuhan DPK masih di bawah,” terangnya.
Adapun per Maret 2023, kredit tercatat tumbuh mencapai 12,4 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Sedangkan DPK hanya tumbuh 7,4 persen.
Halaman Selanjutnya
“Ada potensi pertumbuhan 5 persen, yang mayoritas didorong oleh pertumbuhan ekonomi domestik bukan kredit perbankan. Ini dari sektor food and beverage, transportasi maupun telekomunikasi,” ujarnya