Sabtu, 28 Oktober 2023 – 09:04 WIB
Jakarta – Beberapa sektor dianggap sulit untuk melakukan transisi energi terutama dalam upaya menuju keberlanjutan. Sektor-sektor tersebut antara lain konstruksi, produksi baja, dan penerbangan.
Usaha transisi di bidang penerbangan ini diketahui utamanya adalah dengan memproduksi bioavtur, atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). Bahan bakar dari energi terbarukan itu baru saja resmi digunakan oleh Garuda Indonesia untuk melakukan penerbangan komersial pertama di dunia menggunakan bahan bakar non-fosil.
Lantas, bagaimana cara memproduksi SAF tersebut?
Senior Vice President (SVP) Research & Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza menjelaskan bahwa SAF dapat diproduksi sesuai dengan potensi sumber daya alam setempat atau Resource-based Energy Transition.
Untuk negara-negara yang memiliki minyak nabati yang melimpah, rute yang dipilih adalah hydrogenation dan Isomerization. Namun, jika minyak nabati tidak tersedia, SAF dapat diproduksi dari alkohol dengan proses alcohol-to-jet (ATJ). Selanjutnya, jika sebuah negara hanya memiliki kayu, mereka memiliki dua pilihan. Pertama, kayu bisa diolah menjadi alkohol kemudian mengikuti rute ATJ. Kedua, kayu diolah menjadi fase gas dengan gasifikasi. Kemudian, syngas-nya diolah menjadi hidrokarbon rantai panjang dengan Fischer Tropsch.
“Alhamdulillah, dengan potensi minyak nabati terbesar di planet bumi, Indonesia kini sudah mampu menghasilkan SAF dengan rute hidrogenasi. Next, kita terus kembangkan Isomerization agar kualitas SAF makin prima,” ujar Oki.
(Artikel ini merupakan artikel mengenai sulitnya sejumlah sektor melakukan transisi energi terutama dalam upaya menuju keberlanjutan, dengan fokus pada sektor konstruksi, produksi baja, dan penerbangan. Artikel ini juga menjelaskan tentang produksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur dan cara memproduksinya, terutama menggunakan minyak nabati dan alkohol. Artikel juga menyoroti potensi Indonesia dalam menghasilkan SAF dengan menggunakan rute hidrogenasi.