Jakarta – Transisi energi dan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara menjadi isu hangat yang terus dibicarakan sepanjang tahun 2023. Upaya ini bertujuan untuk mencapai target nol emisi atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Namun, pemerintah Indonesia mengakui bahwa upaya tersebut membutuhkan biaya yang besar terutama untuk ‘suntik mati’ PLTU. Bantuan pendanaan dari negara lain juga tidak bisa diharapkan sepenuhnya.
Negara maju seperti AS hingga Jepang yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) sempat berkomitmen memberikan pendanaan untuk transisi energi dalam perjanjian Just Energy Transition Partnership (JETP) di rangkaian acara KTT G20 di Bali pada November 2022 lalu. IPG tersebut dipimpin oleh AS dan Jepang, beranggotakan Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Inggris. Implementasi JETP dengan nilai pendanaan sebesar US$20 miliar, atau setara dengan Rp 300 triliun tersebut dikabarkan berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah.
Pada acara Konferensi Pihak-pihak 28 (COP-28) di Dubai pada awal Desember 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pembiayaan menjadi tantangan dalam upaya transisi energi termasuk ‘suntik mati’ PLTU. Menurutnya, uji coba pensiun dini 660 megawatt PLTU saja juga menghadapi banyak tantangan dari segi pembiayaan.
Meskipun mendapat akses pendanaan dari Just Energy Transition Partnership (JETP), PLN tetap berkomitmen untuk lebih banyak memanfaatkan energi ramah lingkungan. PLN pun telah merancang 5 skenario dalam upaya mengejar target transisi NZE di tahun 2050. Salah satunya adalah skenario Renewable Energy with Coal Phase Down.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo juga mencatat bahwa PLN telah membatalkan kontrak 1,3 gigawatt PLTU batu bara dengan cara mengeluarkannya dari rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL). Hal ini dilakukan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Lebih lanjut, PLN juga merencanakan dan mengembangkan 21 gigawatt pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam The Greenest rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2019-2028.