Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mencabut sistem klakson “telolet” yang tidak sesuai standar pada bus jika ditemukan petugas di jalanan. Kasubdit Angkutan Perkotaan Kemenhub, Iman Sukandar, mengatakan bahwa larangan itu bertujuan untuk mencegah gangguan terhadap sistem kendaraan secara keseluruhan, terutama yang berhubungan dengan keselamatan. Ia juga meminta seluruh operator bus untuk tidak lagi menggunakan klakson “telolet”, terutama yang menggunakan sistem udara atau sistem angin yang terhubung pada sistem pengereman kendaraan.
Penyalahgunaan klakson “telolet” bisa menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin sehingga mengganggu fungsi rem kendaraan, yang berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan dan membahayakan orang. Untuk itu, pihak Kemenhub secara rutin melakukan pemeriksaan kelaikan bus di berbagai terminal, mulai dari klakson “telolet” hingga ramp check pada kendaraan yang akan berangkat.
Pelarangan penggunaan klakson “telolet” dilakukan untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan keselamatan lalu lintas di Kota Tangerang. Fenomena demam “telolet” telah menyebabkan kepadatan lalu lintas karena banyak masyarakat, terutama anak-anak, berkumpul di jalan hanya untuk menunggu suara klakson tersebut. Bahkan, kejadian kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil dan bus Sinar Dempo dengan klakson “telolet” telah terjadi di Pelabuhan Penyeberangan Merak.
Aturan terkait penggunaan klakson telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Suara klakson harus memiliki kekuatan antara 83 desibel hingga 118 desibel, dan pelanggarannya bisa dikenai sanksi denda sebesar Rp500 ribu. Korlantas juga telah mengimbau sopir bus untuk tidak menggunakan klakson “telolet” guna mencegah gangguan lalu lintas.
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024