Jakarta (ANTARA) – Indonesia, sebagai salah satu negara terbesar di Asia, harus berperan aktif dalam meredam konflik di kawasan Laut China Selatan (LCS). Tujuan utama dari campur tangan Indonesia adalah untuk menjaga kedaulatan laut NKRI dan mencegah terjadinya peperangan antarnegara di Asia yang dapat mengganggu stabilitas regional dan perekonomian.
LCS dikelilingi oleh beberapa negara seperti China, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan, dan Vietnam yang saling berseteru dalam memperebutkan wilayah di LCS. Konflik semakin memanas ketika China mengeluarkan peta dengan sembilan garis putus yang mereka klaim sebagai wilayahnya. Selain itu, China juga mengklaim wilayah LCS yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara.
Untuk mengatasi konflik ini, Indonesia melakukan penguatan kekuatan militer dengan memprioritaskan peningkatan alutsista dan sarana prasarana TNI. Upaya diplomasi juga dilakukan melalui ASEAN-China dengan kesepakatan untuk menyelesaikan perundingan mengenai Code of Conduct di LCS dalam waktu 3 tahun.
Pengamat militer menyarankan Indonesia menggunakan diplomasi militer dengan menjadikan TNI sebagai ujung tombak dalam meredam konflik di LCS. Diplomasi militer dapat dilakukan melalui latihan perang bersama, pertukaran prajurit, dan kerjasama dalam menjaga pertahanan. Selain itu, penting untuk menjaga teritorial laut Indonesia dengan teknologi canggih seperti sistem deteksi bawah laut.
Pertemuan terbaru antara Indonesia dan China, yang melibatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, merupakan upaya untuk menjalin kerjasama antar negara dan membahas perdamaian di LCS. Walaupun China sering mengklaim wilayah di LCS, upaya diplomasi dan penguatan militer terus dilakukan untuk menciptakan perdamaian kawasan.
Dengan konsistensi Indonesia sebagai penengah dalam konflik di LCS, diharapkan perdamaian yang diinginkan oleh Indonesia dan negara ASEAN lainnya dapat terwujud.