Selasa, 7 Mei 2024 – 17:10 WIB
Bogor – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan akan mengambil tindakan terhadap pelaku pungutan liar atau pungli di lokasi wisata. Hal ini dilakukan dengan memberikan sanksi sosial.
Sandiaga menegaskan, tujuan dari sanksi ini adalah untuk membuat pelaku merasa jera sehingga wisatawan merasa aman dan nyaman saat berwisata. Pungli di daerah wisata, terutama di daerah Bogor, Jawa Barat, menjadi sorotan.
“Pertama kita akan tindak tegas, kita sudah berkoordinasi dengan dinas pariwisata Jawa Barat maupun Kabupaten Bogor, karena kasus Curug Ciburial kemarin telah ditangani dengan cepat. Pelaku sudah meminta maaf, tapi hal ini tidak boleh terulang lagi,” kata Sandi, saat membuka Kick Off Fintech Financing For Tourism And Creative Economy (FIFTY) 2024, di Kota Bogor Jawa Barat, Selasa, 7 Mei 2024.
Respons Kemenkraf ini berasal dari kejadian viral seorang pria melakukan pungutan liar (pungli) di Curug Ciburial, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sejumlah pengunjung yang akan masuk ke kawasan wisata dimintai uang sebesar Rp10 ribu karena melewati lahan milik orang tuanya.
Sandi mengatakan, Kemenparekraf telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap pungli. Para pelaku pungli di Bogor juga menerima sanksi sosial sebagai bagian dari edukasi agar pariwisata menjadi nyaman, aman, dan menyenangkan. Selain itu, sosialisasi edukasi kepada masyarakat juga diharapkan agar sanksi sosial dapat memberikan efek jera pada pelaku pungli, seperti memberi sanksi menanam pohon atau kegiatan membersihkan sampah.
“Itu yang harus kita berikan sebagai sanksi agar para pelaku pungli merasa jera. Konsepnya edukatif dengan meminta maaf di depan publik. Wisata di Jawa Barat sedang naik daun terkait dengan minat wisatawan Generasi Z termasuk anak saya Sulaiman yang sering mengunjungi curug-curug yang banyak jumlahnya terutama di Bogor dan sekitarnya,” ujar Sandi.
Untuk menghapus pungli di lokasi secara efektif, kata Sandi, perlu melibatkan petugas Saber Pungli. Selain itu, semua pihak harus diajak untuk mencegah pungli, termasuk UMKM yang menentukan harga dengan wajar.
“Jika ada wisatawan yang terkena pungli, mereka akan kapok. Bahkan jika ada UMKM yang menetapkan harga terlalu tinggi, dampaknya juga sangat negatif,” jelasnya.
Warga yang menjadi pelaku pungli seringkali menggunakan alasan pungutan tersebut karena wisatawan melintasi lahan miliknya. Namun, Sandi mendorong agar masyarakat bergabung dengan Pokdarwis untuk menciptakan konsep kelompok sadar wisata yang mengarah pada pariwisata berkualitas dan berkelanjutan. Umumnya, lahan di lokasi wisata alam adalah milik negara.
“Tanah-tanah tersebut sudah terpetakan dan saya sudah terhubung dengan Kementerian ATR BPN untuk mengetahui siapa pemilik tanah di desa wisata. Secara umum, tanah tersebut adalah milik negara, bukan milik pribadi atau kelompok, tetapi milik negara. Semua data tersebut sudah terpetakan melalui peta yang diterbitkan untuk publik oleh Kementerian ATR BPN,” ungkapnya.
“Jadi, silahkan dicek dan diklarifikasi, jika surat-suratnya benar, mereka dapat bekerja sama dengan Pokdarwis untuk melihat bentuk kerjasamanya,” tambah Sandi.