Opium telah dikenal sejak ribuan tahun lalu sebagai narkotika non-sintetik yang berasal dari getah tanaman poppy. Meskipun asal-usulnya tercatat sejak lebih dari 7.000 tahun yang lalu, opium kini lebih dikenal sebagai narkoba berbahaya dengan risiko tinggi terhadap kesehatan fisik dan mental. Keberadaan opium pertama kali tercatat dalam sejarah saat bangsa Yunani Kuno mengklaim bahwa Dewi Demeter menemukan tanaman ini.
Sarjana Arab memainkan peran penting dalam penggunaan opium dalam pengobatan medis, terutama dalam bidang analgesik dan anestesi. Opium kemudian menyebar ke Kekaisaran Persia dan Mughal, bahkan Kaisar Jahangir dari Dinasti Mughal dikenal sebagai pengguna berat opium. Pada abad ke-17, opium kembali populer di Eropa melalui larutan opium dalam alkohol yang dikembangkan oleh dokter Inggris, Thomas Sydenham.
Opium dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, seperti dihisap, disuntikkan, atau ditelan dalam bentuk pil. Penyalahgunaan opium sering melibatkan kombinasi dengan zat lain. Meskipun tanaman opium tampak indah dan kerap dijadikan tanaman hias, buahnya mengandung zat alkaloid yang kuat seperti morfin, kodein, dan heroin.
Efek dari mengonsumsi opium meliputi euforia, rasa rileks, dan hilangnya rasa sakit, namun juga bisa membawa risiko tinggi seperti ketergantungan fisik dan psikologis. Gejala overdosis opium termasuk pernapasan lambat, kejang, dan kematian. Penanggulangan penyalahgunaan opium memerlukan penanganan komprehensif dengan edukasi, pencegahan, dan rehabilitasi. Masyarakat diingatkan untuk waspada terhadap bahaya narkotika dan bahwa opium, meskipun tampak indah, bisa menjadi ancaman kesehatan ketika disalahgunakan.