Setiap tanggal 28 September, Indonesia memperingati Hari Kereta Api. Momen ini tidak hanya merayakan keberadaan moda transportasi kereta api, tetapi juga mengingat sejarah panjang dan pentingnya kereta api bagi perkembangan infrastruktur dan ekonomi negara.
Hari Kereta Api Indonesia merupakan peringatan penting yang menandai awal operasional kereta api di tanah air pada tahun 1867. Lantas, seperti apa perjalanan sejarah perkeretaapian di Indonesia? Berikut adalah ulasan mengenai sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai dengan pembangunan jalur kereta api pertama, Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta), pada 17 Juni 1864 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Pemerintah Belanda juga berkontribusi melalui Staats Spoorwegen (SS) pada 8 April 1875 dengan rute Surabaya-Pasuruan-Malang.
Proyek tersebut bertujuan untuk meningkatkan mobilitas masyarakat dan mendukung ekonomi. Sejak itu, jaringan kereta api berkembang pesat di Pulau Jawa dan Sumatera, menjadi moda transportasi favorit berkat efisiensinya dalam mengangkut penumpang dan barang.
Pada tahun 1942, Jepang mengambil alih pemerintahan kolonial Belanda, mengendalikan perkeretaapian Indonesia. Selama penjajahan Jepang, operasional kereta api diarahkan untuk kepentingan perang. Di antara proyek yang dibangun adalah jalur Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru, yang berfungsi mengangkut hasil tambang batu bara untuk mendukung mesin perang Jepang.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pengambilalihan stasiun dan kantor pusat kereta api yang dikuasai Jepang dilakukan. Puncaknya terjadi pada 28 September 1945, saat pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung, yang kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia, menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI).
Ketika Belanda kembali pada 1946, mereka membentuk perkeretaapian baru bernama Staats Sporwegen (SS), yang merupakan perusahaan kereta api swasta lainnya. Berdasarkan perjanjian damai Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, aset-aset milik pemerintah kolonial Belanda dialihkan, yang kemudian menggabungkan DKARI dan SS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pada tahun 1950.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan dan berdirinya DKARI pada 28 September 1945, masih ada beberapa perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS di Pulau Jawa dan DSM di Sumatera Utara yang ingin beroperasi di Indonesia.
Saat berusaha kembali menguasai Indonesia, pemerintah kolonial Belanda berupaya mendapatkan kembali perusahaan-perusahaan ini untuk mengelola perkeretaapian di Jawa, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
Pada awal era kemerdekaan, kereta api tetap berfungsi sebagai sarana transportasi meskipun operasionalnya terhambat akibat perang mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945-1950. Kendala utama adalah kerusakan fasilitas akibat Perang Dunia II dan pembongkaran rel oleh Jepang untuk membangun jalur di Burma.
Pada tahun 1950 menandai kebangkitan perkeretaapian di Indon…