Rabu, 13 Desember 2023 – 06:13 WIB
Jakarta – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kembali berbicara soal hilirisasi. Menurut Bahlil, dalam hilirisasi memang masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
Namun, pembenahan itu bukan berarti hilirisasi dihentikan. Dia menyebut proses hilirisasi harus terus berjalan karena memiliki dampak yang besar bagi perekonomian bangsa. “Masih ada kekurangan dalam hilirisasi, setuju. Ini baru berapa tahun kok kita bangun, baru 4-5 tahun dalam rangka mewujudkan undang-undang. Yang namanya kita kayak bayi baru 5 tahun, jatuh bangun itu biasa lah,” kata Bahlil saat berdiskusi di Media Center Indonesia Maju Jakarta, yang dikutip Rabu 13 Desember 2023.
Sementara itu, Generasi muda diminta untuk tidak alergi dengan istilah hilirisasi. Sebab, hilirisasi dinilai bisa membuat Generasi Z dan milenial mengantongi minimal Rp200 juta per bulan jika benar-benar serius menggeluti hilirisasi.
Konsep hilirisasi sendiri menjelaskan seputar proses atau strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang dimiliki. Istilah ini disebut oleh pemerintah sebagai cara paling ampuh mewujudkan Indonesia maju, karena menghindari kegiatan ekspor barang mentah (raw material) yang dinilai kurang memberikan keuntungan.
“Sayangnya banyak anak muda yang berpikir hilirisasi itu proyek besar pemerintah, atau hanya bisa dilakukan oleh elite, nilainya juga harus triliunan. Padahal, hilirisasi konsepnya sangat sederhana dan bagian dari keseharian yang kita hadapi,” kata CEO Bisa Ekspor, Julio Ekspor, dalam diskusi yang sama.
Pemuda 28 tahun itu bercerita bagaimana ia melakukan hilirisasi dari serabut dan batok kelapa yang tidak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Julio memulai aktivitas bisnisnya dari menawarkan arang yang dibuat sendiri dari batok kelapa kepada tukang sate. Lambat laun, dia menyadari bahwa menjual arang ternyata tidak memberikan keuntungan besar.
Setelah berselancar di internet untuk mencari nilai tambah dari batok kelapa, Julio memberanikan diri untuk membuat briket. Dia pun memanfaatkan platform media sosial, seperti Facebook hingga LinkedIn, untuk memasarkan produk buatannya kepada perusahaan asing.
“Dari sana aku berkembang sampai punya pabrik. Lalu aku punya pemikiran kalau ini (hilirisasi) gak boleh diadopsi aku sendiri. Akhirnya aku melakukan edukasi di masyarakat, terus mendirikan komunitas Bisa Ekspor,” ujar Julio, yang sudah menekuni dunia ekspor sejak usia 18 tahun.
Komunitas Bisa Ekspor, yang kini beranggotakan 1,3 juta orang dari Generasi Z, menjadi platform bagi Julio untuk mendekatkan anak muda dengan hilirisasi. Kini, Bisa Ekspor setiap bulannya mampu mengekspor 2.000 kontainer dengan nilai mencapai Rp400 miliar per bulan.
“Sudah ada 4.000 orang yang melakukan ekspor dari keseluruhan anggota. Success rate-nya 0,3 persen memang masih kecil, karena masih ada 99,7 persen anggota yang belum ekspor. Tapi, dari 1 orang yang melakukan ekspor, minimal dia bisa dapat Rp200 juta per bulan,” kata Julio.
Selain memberikan nilai tambah secara ekonomis, hilirisasi juga bisa memperkuat daya tahan sosial masyarakat. Oleh sebab itu, Julio mendorong pemerintah untuk meramu kebijakan hilirasasi yang ramah bagi masyarakat, khususnya pelaku UMKM.
“Paradigma terjajah itu masih melekat di daerah dan anak muda, sehingga mereka hanya kepikiran untuk tanam dan jual, karena memang menjual barang mentah lebih mudah daripada barang jadi. Dengan hilirisasi, misal ada orang asing masuk, mereka bisa menolak (mengekspor barang mentah), mereka bisa lebih resisten,” tutur Julio.