Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi mulai memberikan manfaat positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Dia juga menyoroti perubahan struktur ekspor Indonesia, yang awalnya terfokus pada ekspor komoditas dan beralih menjadi ekspor manufaktur.
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Faisal terhadap neraca perdagangan Indonesia yang surplus selama 43 bulan berturut-turut. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan pada November 2023 mencapai USD2,41 miliar. Sementara itu, surplus akumulatif periode Januari-November 2023 mencapai USD33,63 miliar.
“Faisal mengatakan bahwa struktur ekspor Indonesia berubah sejak adanya kebijakan hilirisasi, sehingga ekspor produk olahan nikel meningkat, yang termasuk kategori manufaktur dan memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan dengan ekspor barang mentah,” kata Faisal dalam keterangannya yang diterima pada Sabtu, 6 Januari 2024.
Walau neraca perdagangannya surplus, namun nilainya jika dibandingkan dengan Oktober 2023 mengalami penurunan sebesar USD1,06 miliar. Yaitu surplus atau kelebihan ekspor terhadap impor semakin mengecil nilainya.
Faisal menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi memang berorientasi pada jangka panjang. Jika pemerintah terus mendorong surplus neraca perdagangan dengan mengekspor barang mentah, maka Indonesia akan kehilangan daya tawar dan kesempatan emasnya untuk menjadi negara besar di masa depan.
Hilirisasi merupakan usaha negara untuk meningkatkan nilai tambah atas suatu komoditas. Faisal mencontohkan, ketika Indonesia berkomitmen untuk mengoptimalkan hilirisasi nikel, maka pemerintah melarang ekspor nikel dalam bentuk barang mentah.
Untuk itu, Faisal mengusulkan agar pemerintah menentukan sektor hilirisasi prioritas dan bersiap untuk bertarung di arena politis melalui platform diplomasi perdagangan. Ia juga menyoroti munculnya resistensi dari sejumlah negara yang menentang kebijakan hilirisasi.