Athiqah Nur Alami, Kepala Pusat Riset Politik BRIN, menganggap bahwa strategi yang mungkin digunakan oleh Prabowo dalam menjalankan pemerintahan mirip dengan strategi Presiden Joko Widodo (Jokowi), yaitu dengan tidak adanya oposisi yang nyata dan kuat.
Menurutnya, dengan koalisi pemerintahan yang sangat besar dan lemahnya oposisi, maka proses pengawasan yang tepat tidak akan terjadi. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi berjudul “Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”.
Athiqah merasa bahwa koalisi pemerintahan yang begitu besar berpotensi menurunkan kualitas demokrasi dan mengancam masa depan demokrasi di Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai langkah yang dilakukan Prabowo dalam membangun koalisi dengan berbagai partai politik, termasuk yang sebelumnya mendukung calon presiden lain.
Sementara itu, peneliti Pusat Riset BRIN, Lili Romli, menyatakan bahwa jika oposisi lemah selama pemerintahan Prabowo, DPR kemungkinan akan tidak efektif. Kebijakan yang diambil berpotensi merugikan kepentingan rakyat dan lebih menguntungkan oligarki.
Lili juga mengatakan bahwa dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, ketika tidak ada oposisi yang signifikan, DPR juga tidak efektif. Jika hal yang sama terjadi setelah pelantikan pada 20 Oktober nanti dengan bergabungnya mayoritas partai politik, maka DPR diprediksi akan menjadi tidak efektif.
Artikel ini disadur dari ANTARA pada tahun 2024.