Pemerintah akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen bagi jasa pendidikan premium dan jasa pelayanan kesehatan medis premium mulai 1 Januari 2025. Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Yustinus Prastowo, penerapan tarif PPN ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Ia menilai bahwa konsep ini baik karena menyelesaikan isu keadilan terhadap barang atau jasa yang hanya dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi. Namun demikian, Yustinus juga menekankan perlunya pelaksanaan yang hati-hati dalam menerapkan tarif PPN 12 persen terhadap jasa kesehatan estetik dan pendidikan premium yang diselenggarakan oleh lembaga internasional/asing.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen untuk sekolah premium akan meningkatkan biaya pendidikan. Hal ini akan berdampak pada sekolah swasta premium yang membayar biaya lebih dari Rp 600 juta per tahun. Josua menyarankan bahwa institusi pendidikan premium perlu menyesuaikan operasional mereka untuk menanggulangi biaya tambahan tersebut agar tetap kompetitif di pasar. Sementara itu, penerapan tarif PPN 12 persen untuk jasa pelayanan kesehatan medis premium dapat meningkatkan biaya layanan kesehatan kelas atas. Ini mungkin mendorong pasien kelas menengah dan atas untuk mencari alternatif layanan non-premium atau rumah sakit di luar negeri guna mengurangi biaya.