Pada tanggal 26 Desember 2024, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebesar 12 persen diumumkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Meskipun terjadi penyesuaian dari 11 persen menjadi 12 persen, kenaikan ini dianggap memberikan efek positif terhadap investasi dan diharapkan akan berkontribusi pada kelangsungan pembangunan. Menurut Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, peningkatan tarif PPN dapat memberikan persepsi positif kepada investor terkait stabilitas dan keberlanjutan penerimaan negara. David juga menekankan bahwa stabilitas fiskal dari kenaikan PPN ini diharapkan dapat mendukung kelangsungan proyek-proyek pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan program pengentasan kemiskinan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak di sektor PPN. Prianto memperkirakan bahwa pendapatan PPN dalam negeri pada tahun 2024 akan mencapai Rp 493,3 triliun dan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 609,04 triliun pada tahun 2025. Selain itu, pendapatan PPN dari impor juga diprediksi akan mengalami peningkatan.
Pihak Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) melaporkan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tidak akan berdampak negatif terhadap pembangunan IKN, malah dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk beralih ke IKN. Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi OIKN, Agung Wicaksono, menyatakan bahwa berbagai insentif yang diberikan untuk IKN menjadikan kenaikan PPN 12 persen sebagai daya tarik bagi wilayah tersebut. Menyambut perkembangan ini, ia memastikan bahwa insentif-insentif pajak seperti tax holiday dan pembebasan PPh 21 akan berlaku di IKN.