Polemik terkait ekspor kratom (Mitragyna speciosa) masih menjadi sorotan hingga saat ini di Indonesia, terutama setelah ribuan ton kratom gagal dikirim oleh para eksportir akibat regulasi yang diterapkan pemerintah. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut mendorong percepatan riset kratom untuk memberikan kepastian hukum bagi petani dan eksportir. Dalam pandangan Peneliti BRIN, Profesor Masteria Yunovilsa Putra, pro dan kontra terhadap penggunaan kratom masih menjadi perdebatan di masyarakat. Menurutnya, tanaman tersebut memiliki dampak positif dan negatif yang perlu diteliti lebih lanjut untuk memastikan keamanan penggunaannya.
Masteria menekankan bahwa aturan ekspor kratom yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan bertujuan untuk menjaga kualitas produk yang diekspor agar memenuhi standar internasional. Hal ini sejalan dengan upaya Kemendag untuk mengatasi isu kontaminasi logam berat dan mikrobiologi yang menyebabkan FDA Amerika Serikat memberlakukan import alert terhadap kratom asal Indonesia. Diplomasi dengan FDA dinilai penting untuk mencabut status import alert, yang membutuhkan eksportir untuk memenuhi aturan dan quality control yang ketat.
Percepatan riset kratom oleh pemerintah, bersama dengan keterlibatan berbagai lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan, BNN, dan BPOM, diharapkan dapat memberikan dasar saintifik yang diperlukan untuk menentukan kebijakan yang tepat terkait penggunaan kratom. Masteria menyoroti potensi pembahasan kratom dalam pertemuan UN Commission on Drugs yang akan datang, dimana langkah-langkah internasional terkait regulasi kratom juga akan dibahas.
Hasil riset BRIN menunjukkan bahwa kratom memiliki manfaat medis potensial, namun tetap diperlukan pendekatan saintifik dalam mengambil keputusan terkait penggunaannya. Dengan menjaga fokus pada riset dan kualitas produk, diharapkan kepastian hukum bagi petani dan eksportir kratom dapat tercapai, sambil menjawab berbagai isu internasional yang berkaitan dengan penggunaan tanaman ini.