Band alternatif rock asal Tangerang, Saint Dismas, kembali hadir dengan karya terbaru berjudul “Echo” sebagai single pembuka mini album yang saat ini masih dalam proses produksi. Formasi ini terbentuk pada akhir 2019 dengan semangat reuni mantan anggota band SMA, terdiri dari Otnie (drum), Riovaldo (bass), Pandu (gitar dan vokal), serta Albert (lead gitar). Mereka mulai serius menciptakan materi pada pertengahan 2020 setelah rutin berlatih tiap Minggu. Pada Agustus 2023, Saint Dismas merilis album debut mereka yang berjudul ‘Art, Earth, Consciousness’.
Namun, perubahan dinamika kehidupan memaksa Otniel (drum) dan Riovaldo (bass) untuk meninggalkan Jabodetabek karena pekerjaan, dan digantikan oleh Azhar (drum) dan Trusyantoro (bass). Perombakan personel ini membawa angin segar dalam musik mereka. Dengan formasi baru, Saint Dismas menghabiskan setahun untuk meracik materi mini album berikutnya. “Echo” dipilih sebagai single pertama yang dirilis pada Juni 2024.
Lagu ini tidak hanya menandai babak baru bagi band, tetapi juga merekam perjalanan kreatif mereka di dua studio berbeda: Sonicgarage Studio untuk rekaman drum dan Massive Music Studio untuk gitar, bass, dan vokal. Kolaborasi dengan musisi dan engineer berpengalaman juga memperkaya proses kreatif mereka. Pandu, vokalis sekaligus komposer lagu, mengungkapkan bahwa “Echo” lahir dari kegelisahannya terhadap ketidakpedulian manusia terhadap kerusakan bumi.
Proses rekaman “Echo” menjadi pengalaman berkesan bagi Saint Dismas. Di Sonicgarage Studio, part drum direkam dengan bantuan Reney (engineer Scaller) dan fasilitas canggih di Massive Music Studio memungkinkan eksplorasi teknis dan kreatif. Masukan dari Irfan (gitaris Samson) juga memberikan sentuhan dinamis pada lagu. Azhar, drummer baru, merasa tertantang dan diberi kebebasan dalam proses rekaman.
Trusyantoro, bassist pengganti, menyatakan bahwa perubahan formasi memperkuat identitas band. “Kami tidak ingin terpaku pada pola lama, tetapi tetap menjaga pesan yang ingin disampaikan,” ujarnya. Hal ini tercermin dalam aransemen “Echo” yang mencakup distorsi gitar tebal, ritme bass kompleks, dan dinamika drum yang agresif, disertai vokal emosional Pandu.
Lirik “Echo” mengkritik sikap apatis manusia terhadap krisis iklim dengan metafora “pantulan suara yang tercekik”. Pesan lagu ini sejalan dengan visi Saint Dismas untuk menggunakan musik sebagai medium kritik sosial. Meskipun baru di industri musik, band ini telah menunjukkan konsistensi melalui karya-karya berbobot. Mini album mendatang diharapkan menjadi kelanjutan naratif dari album sebelumnya dengan pendekatan produksi yang lebih matang. Saint Dismas tampaknya tidak ingin terburu-buru dalam proses kreatif mereka, dan setiap lagu harus memiliki jiwa baik dari segi musik maupun pesan yang disampaikan.