Pada tanggal 7 Januari 2025, Presiden Prabowo mengungkapkan komitmen pemerintah dalam menjaga kekayaan negara dan mencegah kebocoran anggaran melalui upaya pemberantasan korupsi. Meskipun ada diskusi mengenai memberikan kesempatan kepada koruptor untuk mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi, hal ini tidak akan menghapus konsekuensi hukum atas perbuatan tersebut. Pemerintah diyakini berkomitmen untuk memerangi korupsi tanpa berkompromi atau memberi toleransi terhadap tindakan tersebut.
Sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang disempurnakan menjadi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018, strategi ini difokuskan pada kebutuhan pencegahan korupsi secara lebih terfokus dan berdampak langsung.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) untuk mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat. Nilai Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) pada tahun 2024 menunjukkan penurunan menjadi 3,85 dari 3,92 pada tahun 2023, di bawah target RPJMN sebesar 4,14. SPAK mencakup perilaku korupsi skala kecil dan tidak korupsi skala besar.
Laporan IPAK juga menyoroti hubungan antara pendidikan dan perilaku antikorupsi. Masyarakat dengan pendidikan di atas SLTA cenderung memiliki nilai IPAK lebih tinggi. Selain itu, usia juga mempengaruhi perilaku antikorupsi, di mana penduduk di bawah 40 tahun dan 40-59 tahun menunjukkan tingkat antikorupsi yang lebih tinggi.
Melalui pembiasaan nilai-nilai antikorupsi sejak dini, seperti dalam lingkungan pendidikan dan keluarga, diharapkan perilaku antikorupsi dapat terbentuk sejak usia dini. Hal ini penting untuk mencegah praktik-praktik korupsi di masa depan. Selain itu, pemerintah juga memiliki peluang untuk memberantas korupsi pada usia yang rentan. Dengan demikian, kesadaran antikorupsi dapat ditingkatkan untuk membangun masyarakat yang lebih bersih dari tindakan korupsi.