Kabar terbaru tentang kecerdasan buatan (AI) yang mengancam pasar kerja ternyata tidak begitu signifikan. Meskipun investasi dalam teknologi AI terus meningkat, faktor lain seperti kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah masih memiliki dampak yang lebih besar terhadap pasar kerja, terutama bagi pencari kerja baru. Meskipun banyak yang khawatir akan penggantian pekerja oleh robot, data-menunjukkan bahwa hingga saat ini, AI lebih berperan sebagai pendamping produktivitas manusia daripada penggantinya sepenuhnya.
Studi terbaru dari Yale menunjukkan bahwa pengenalan ChatGPT belum secara signifikan mengubah distribusi pekerja di berbagai sektor. Keadaan ini sebanding dengan lahirnya PC pada tahun 1980-an dan internet pada awal 1990-an. Laporan dari Challenger, Gray & Christmas juga menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan yang hilang akibat teknologi yang terkait dengan AI jauh lebih sedikit daripada yang hilang karena kondisi ekonomi atau restrukturisasi perusahaan.
Para pemimpin ekonomi, termasuk Ketua Federal Reserve Jerome Powell, berpendapat bahwa kekhawatiran terhadap dampak AI pada tenaga kerja terlalu dibesar-besarkan. Mereka menekankan bahwa faktor-faktor seperti perlambatan ekonomi dan restrukturisasi perusahaan memiliki dampak yang lebih besar terhadap lapangan kerja. Meskipun kekhawatiran tentang AI terus meningkat, data menunjukkan bahwa perubahan dalam pasar kerja masih terjadi secara bertahap dan bahwa keterlibatan manusia masih diperlukan dalam banyak aspek pekerjaan yang belum dapat digantikan oleh AI.
Dengan demikian, hingga saat ini, kehadiran AI dalam pasar kerja masih lebih bersifat komplementer daripada pengganti manusia secara keseluruhan. Meskipun perkembangan teknologi terus berkembang, pengalaman, intuisi, dan penilaian manusia masih sangat bernilai dalam dunia kerja. Sehingga, meskipun perubahan dapat terjadi, namun penerimaan terhadap AI dalam pasar kerja masih perlu melalui perjalanan yang panjang dan bertahap.
