Selasa, 7 November 2023 – 18:52 WIB
Jakarta – Eskalasi konflik Palestina-Israel yang semakin memanas, masih diiringi dengan aksi boikot yang dilakukan oleh sebagian masyarakat global terhadap produk-produk yang dinilai pro Israel.
Terkini, sejumlah gerai Starbucks di Mesir dikabarkan harus memberikan diskon hingga 78,5 persen terhadap produk-produknya, sebagai upaya Starbucks untuk tetap menjual produknya di tengah maraknya aksi boikot tersebut. Lalu, apakah aksi boikot terhadap produk-produk yang dinilai pro-Israel juga akan berdampak terhadap kinerja perusahaan-perusahaan itu di pasar dan di pasar modal Indonesia?
“Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim, menjelaskan bahwa seharusnya aksi boikot tersebut juga memiliki pengaruh di Indonesia, terutama terhadap kinerja keuangan dan saham perusahaan-perusahaan tersebut di pasar modal Indonesia. Namun, pengaruhnya tidak terlalu besar,” kata Ibrahim saat dihubungi VIVA Bisnis, Selasa, 7 November 2023.
Menurut Ibrahim, aksi boikot terhadap produk-produk pro-Israel bisa saja mempengaruhi kinerja saham perusahaan-perusahaan itu di pasar modal Indonesia. “Saham-saham asing pasti akan berguguran, terutama yang menjual produk-produk dari Israel. Harganya bisa saja jatuh,” ujarnya.
Ibrahim bahkan mencontohkan penurunan saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebagai dampak dari aksi boikot tersebut. Saham UNVR anjlok hingga 50 poin atau 1,38 persen di level 3.570 pada penutupan IHSG hari itu.
Meskipun dampaknya tidak signifikan, aksi boikot global terhadap produk-produk pro-Israel nyatanya juga turut berdampak ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat Indonesia masih memperhatikan situasi genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza dalam beberapa waktu terakhir.
Namun, Ibrahim menyatakan bahwa efektivitas aksi boikot tersebut masih perlu dilihat perkembangannya ke depan. Hal ini karena ekonomi Israel juga sedang mengalami kesulitan dan terpuruk.
“Kejadian di Timur Tengah ini sangat berdampak luar biasa terhadap ekonomi global. Hal ini juga bisa mempengaruhi PDB Indonesia, yang sebelumnya diharapkan mencapai 5,17 namun diubah menjadi 4,9. Eskalasi konflik di Timur Tengah cukup luar biasa karena akan mengangkat harga komoditas terutama minyak mentah dunia,” jelas Ibrahim.
Ibrahim juga menekankan agar para pelaku pasar memperhatikan hal ini, sehingga tidak heran jika indeks harga saham gabungan dan mata uang di Asia, termasuk rupiah, terdampak oleh situasi tersebut.