Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengomentari penurunan cadangan devisa Indonesia yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Menurut data BI, cadangan devisa per akhir September 2023 turun menjadi US$134,9 miliar dari sebelumnya US$137,1 miliar.
Perry menjelaskan bahwa penurunan cadangan devisa terjadi karena kebutuhan untuk menahan tekanan global. Saat ekspor dan arus modal masuk ke Indonesia dalam jumlah besar sebelumnya, penurunan cadangan devisa saat ini normal karena pemenuhan kebutuhan tersebut.
Perry juga menjelaskan beberapa tekanan global tersebut. Salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi yang diprediksi sebesar 2,9% pada tahun 2023 dan diperkirakan akan melambat menjadi 2,8% pada tahun 2024 dengan risiko yang lebih rendah.
Selain itu, ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan tumbuh kuat pada tahun 2023, terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik. Namun, ekonomi China sedang melambat karena melemahnya konsumsi dan kinerja sektor properti.
Ketegangan geopolitik yang meningkat juga telah menyebabkan kenaikan harga energi dan pangan, yang menyebabkan inflasi global tetap tinggi. Oleh karena itu, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) AS, diperkirakan akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Perry mengatakan bahwa berbagai perkembangan tersebut telah menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara pasar berkembang menuju negara maju dan aset yang lebih likuid, yang membuat dolar AS menguat terhadap mata uang dunia lainnya. Bahkan, rupiah juga sempat melemah tajam, dengan kurs dolar AS hampir mencapai Rp 16.000.
Untuk itu, BI dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus berupaya meningkatkan cadangan devisa melalui implementasi kebijakan devisa hasil ekspor (DHE). Perry juga menegaskan bahwa cadangan devisa Indonesia saat ini sudah lebih dari cukup dan berada di atas standar internasional sekitar 3 bulan impor.
Sumber: [VIVA](https://www.viva.co.id/amp/berita/bisnis/1532307-bi-perry-cadangan-devisa-pemerintah-reflasi-harga)