Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengumumkan bahwa sistem keuangan Indonesia masih terjaga meskipun ada peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global. Hal ini merupakan kesimpulan dari rapat berkala yang diadakan oleh KSSK pada Senin, 30 Oktober 2023.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kondisi ini didukung oleh kekuatan perekonomian nasional yang tangguh. Selain itu, sinergi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam kinerja KSSK akan terus diperkuat ke depannya.
“KSSK berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global yang akan mempengaruhi ekonomi dan sektor keuangan domestik,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 3 November 2023.
Meningkatnya ketidakpastian global dan perbedaan pertumbuhan ekonomi antar negara, diakui oleh Menkeu sebagai salah satu faktor dari perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut. Hal ini terlihat dari perekonomian Amerika Serikat (AS) yang didukung oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa, namun ekonomi China justru masih melambat karena melemahnya konsumsi dan krisis di sektor properti.
Sri Mulyani juga memperkirakan bahwa inflasi masih dapat dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan, yang disebabkan oleh sejumlah faktor seperti eskalasi geopolitik, fragmentasi ekonomi, dan fenomena El Nino. Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga moneter di negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diperkirakan akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan diikuti oleh kenaikan yield obligasi negara maju, terutama AS, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan utang dan risiko premi jangka panjang.
“Hal ini menyebabkan modal asing keluar dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju, dan ini mendorong penguatan signifikan mata uang dolar AS terhadap mata uang dunia lainnya,” kata Sri Mulyani.
Halaman Selanjutnya
Dan untuk mengendalikan inflasi, suku bunga moneter di negara maju termasuk Fed Funds Rate (FFR), diperkirakan masih akan berada pada level yang tinggi untuk jangka waktu yang lama. Terlebih, lanjut Menkeu, kenaikan tersebut juga diikuti dengan kenaikan yield obligasi negara maju, khususnya AS, guna mencukupi kebutuhan mereka dalam hal pembiayaan utang dan risiko premi jangka panjang.