Senin, 8 Januari 2024 – 18:54 WIB
Jakarta – Pengacara terkenal, Hotman Paris Hutapea memprotes tingginya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan di diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan spa yang ditetapkan oleh Pemerintah.
“Berenapa? 40 sampai 75 persen pajak? OMG (kelangsungan industri pariwisata di Indonesia terancam),” kata Hotman Paris lewat Instagramnya @hotmanparisofficial dikutip Senin, 8 Januari 2024.
Merespons hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti mengatakan aturan mengenai pajak hiburan merupakan kewenangan dari Pemerintah daerah.
“Ya itu sudah mutlak, sesuai Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) tidak diatur oleh Pemerintah pusat itu kewenangan Pemerintah daerah,” ujar Dwi kepada awak media di kantor DJP, Jakarta.
Adapun berdasarkan Buku Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, terdapat sepuluh objek pajak hiburan antara lain:
1. Tontonan film
2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
3. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya
4. Pameran
5. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya
6. Sirkus, akrobat, dan sulap
7. Permainan bilyar dan boling
8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan
9. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center)
10. Pertandingan olahraga.
Untuk tarif pajak hiburan disesuaikan dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen.
“Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen,” tulis buku itu.
Lalu, khusus hiburan kesenian rakyat atau tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.