Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Saya pertama kali berjumpa dengan Pak Wismoyo Arismunandar saat masuk Kopassandha. Beliau menjabat sebagai Wakil Asisten Pengamanan (Waaspam) Danjen Kopassandha berpangkat Letkol, sementara saya Letnan Dua.
Ketika itu kami hanya mengetahui bahwa beliau adalah ipar Pak Harto. Istri beliau adalah adik Ibu Tien Soeharto. Pada awalnya kami tidak begitu dekat dengan beliau. Tapi pada tahun 1978, beliau menjadi Komandan Grup 1 Para Komando dari Kopassandha. Dengan demikian, beliau menjadi komandan grup kami. Saya pada waktu itu adalah komandan Kompi 112. Saya pun mulai mengenal sosok Pak Wismoyo Arismunandar.
Beliau adalah seorang komandan yang banyak memengaruhi saya. Ajaran-ajaran beliau memengaruhi pribadi saya. Ajaran utama beliau ke anak buahnya, selain patriotisme yang menjadi ciri khas angkatan ’45, adalah harus selalu berpikir, berbuat, bertutur kata yang baik. Jangan izinkan kamu berpikir buruk terhadap orang lain. Itu ajaran beliau yang selalu melekat dalam hati saya.
Beliau juga selalu mengutamakan semangat dan bergembira. Karena itu, beliau selalu mendorong agar semangat saat bertepuk tangan. Banyak senior dan rekan-rekannya yang mengejek beliau karena begitu perhatiannya beliau terhadap persoalan tepuk tangan ini. Remeh temeh, mungkin bagi mereka.
Padahal menurut saya beliau benar, mulai dari hal kecil seperti inilah penting kita perhatikan untuk menggembirakan hati dan memberikan semangat kepada pasukan dan diri kita sendiri.
Presiden Amerika Serikat ketika masuk Kongres, disambut tepuk tangan meriah. Hampir semua orang berdiri. Presiden Indonesia juga memang disambut tepuk tangan ketika masuk ruangan DPR. Tetapi biasa-biasa saja. Tak ada keceriaan dan semangat yang dipancarkan. Padahal ini penting.
Sampai sekarang, saya anggap nilai-nilai yang beliau ajarkan sangat bermanfaat dan sangat sesuai dengan budaya Indonesia dan budaya TNI. Beliau mengajarkan orang berani itu harus gembira. Beliau juga mengajarkan pemimpin itu sekali-kali harus menghibur anak buah lewat bernyanyi, deklamasi, olahraga dan lain-lain. Karena anak buah selama ini sudah selalu menjalankan perintah komandan.
Karena itu bagi beliau itu tidak penting apakah suara Komandan itu bagus atau jelek. Tapi yang penting adalah niat komandan untuk menghibur anak buah. Karena itu beliau sendiri juga latihan menyanyi.