Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menekankan pentingnya bagi masyarakat untuk tidak terpecah belah akibat konflik yang terjadi di kalangan elit politik pasca pemilu. Menurutnya, masyarakat perlu dapat membedakan antara retorika yang hanya untuk kepentingan elite politik dan retorika yang bertujuan untuk merawat demokrasi.
Kunto mengatakan bahwa konflik narasi seringkali hanya terjadi di tingkat elit politik dan dapat memicu konflik antar partai politik. Hal tersebut dapat berbahaya apabila narasi yang dibangun mempengaruhi masyarakat dan memicu perpecahan di antara pendukung kelompok tertentu.
Dia juga menyoroti potensi buruk yang dapat terjadi akibat konflik yang terlanjur tercipta di masyarakat, seperti pengerahan massa untuk melakukan aksi anarkis dan intimidasi. Meskipun saat ini belum terlihat adanya perpecahan konflik di masyarakat karena narasi elit politik, Kunto berharap kondisi kondusif tetap terjaga selama proses sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Pada saat yang sama, Mahkamah Konstitusi sedang mengadakan sidang perdana untuk menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024. Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, telah mengajukan gugatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hasil pemilu.
Anies menyatakan bahwa Pemilu Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil, sedangkan kuasa hukum pemohon, Bambang Widjojanto, menyoroti pelanggaran yang terjadi dalam penghitungan suara pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU terkait hasil pemilu dan memerintahkan pemungutan suara ulang tanpa melibatkan pasangan calon nomor urut 02.
Dalam konteks ini, Kunto mengingatkan pentingnya menjaga kondisi kondusif dalam masyarakat dan berharap agar tensi politik tetap dalam batas yang aman selama proses sengketa pemilu berlangsung.