Semarang (ANTARA) – Pentingnya kejujuran dan integritas dalam penyelenggaraan pemilihan umum harus ditekankan untuk mencegah tindakan yang tidak bermoral. Penegakan kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu harus diawasi dengan ketat untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, tidak terabaikan.
Dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di beberapa institusi, perlunya kebijakan yang tegas untuk mencegah dan menangani pelanggaran tersebut. Penyelenggara pemilu harus menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas dalam menjalankan tugasnya.
DKPP RI memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap oknum penyelenggara pemilu yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. Sanksi tersebut dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kasus dugaan tindak asusila yang melibatkan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, sedang dalam proses verifikasi administrasi oleh DKPP RI. Harapannya, penanganan kasus tersebut tidak menimbulkan impunitas dan DKPP RI dapat bekerja secara profesional dan berintegritas dalam memproses laporan tersebut.
Pencegahan tindak pidana kekerasan seksual di institusi-institusi publik perlu diperhatikan sebagai upaya kontrol bagi para pejabat publik. Mendukung korban dan pendamping korban dalam upaya mendapatkan keadilan dan pemulihan merupakan tanggung jawab bersama.
Meskipun kasus ini masih dalam proses hukum, penting bagi masyarakat untuk tidak terburu-buru dalam menghakimi teradu. Proses hukum harus tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar keadilan bisa terwujud.