Skrining kehamilan yang dilakukan secara rutin dapat membantu para ibu mencegah bayinya yang baru lahir terkena penyakit sifilis beserta komplikasinya menurut kelompok dokter dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG).
Dilansir dari Medical Daily, Selasa, penyakit sifilis ditularkan secara seksual melalui luka sifilis selama hubungan seks vagina, anal, atau oral. Penyakit ini juga dapat menyebar dari ibu yang terinfeksi ke janinnya melalui plasenta, menyebabkan sifilis kongenital.
Sifilis kongenital dapat menyebabkan keguguran, berat badan lahir rendah, dan masalah kesehatan seperti katarak, tuli, kejang, dan kerusakan jantung, serta dapat mengancam jiwa.
Sesuai rekomendasi terbaru dari ACOG, ibu hamil harus menjalani pemeriksaan sifilis sebanyak tiga kali selama kehamilan. Skrining awal harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama, diikuti dengan skrining pada trimester ketiga dan pada saat kelahiran.
Hal ini berbeda dengan pedoman sebelumnya yang menyarankan tes berbasis risiko selama trimester ketiga bagi individu hamil yang tinggal di daerah dengan tingkat sifilis tinggi dan bagi mereka yang mungkin telah terpapar sifilis selama kehamilan.
“Ada peningkatan hampir delapan kali lipat dalam kasus sifilis kongenital dalam satu dekade terakhir atau lebih, dan dari sudut pandang kesehatan masyarakat, kami menyadari bahwa dokter kandungan-ginekolog dan dokter perawatan kebidanan lainnya memainkan peran penting,” kata Kepala Praktik Klinis dan Ekuitas Kesehatan Dr. Christopher Zahn.
Zahn mengatakan akan terus mendukung Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) untuk membuat pedoman terkait penyakit menular dan pengobatan infeksi.
“Pedoman baru ACOG tidak lagi mengikuti pendekatan berbasis risiko individual untuk pengujian di akhir kehamilan, melainkan membantu memastikan lebih banyak peluang untuk pengujian dan pengobatan,” katanya.
Lebih lanjut berdasarkan laporan CDC, kasus sifilis meningkat sebesar 80 persen di Amerika Serikat antara tahun 2018 dan 2022. Selain itu, terdapat 3.700 kasus sifilis kongenital yang dilaporkan pada tahun 2022, yang mencerminkan peningkatan sekitar 10 persen selama dekade terakhir.
Maka dari itu, menurutnya diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu adalah kunci untuk mengurangi angka sifilis. Walaupun saat ini manusia dihadapkan dengan beberapa tantangan, termasuk kurangnya pengobatan, kurangnya akses terhadap perawatan prenatal dan stigma seputar infeksi menular seksual.
“Sifilis bawaan dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk. Kita tahu bahwa sebagian besar kasus dapat dicegah, sehingga pemeriksaan rutin tambahan selama kehamilan merupakan salah satu langkah penting yang dapat diambil oleh dokter yang berpotensi menyelamatkan nyawa,” kata Zahn.