Kamis, 2 Mei 2024 – 21:54 WIB
Jakarta – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, memastikan proses perpanjangan kegiatan pertambangan kontrak Freeport beroperasi hingga 2061.
Hal itu secara otomatis juga akan menambah saham milik Indonesia sebesar 10 persen, sehingga totalnya menjadi 61 persen kepemilikan saham.
“Ini tujuan pasal 33. Kalau tembaganya ada, kita bangun pabrik mobil. Jadi kita bangun ekosistemnya semua di Indonesia. Ke depan itu green energi,” kata Bahlil dalam keterangannya, Kamis, 2 Mei 2024.
Dia mengatakan, target penambahan saham Freeport menjadi 61 persen itu, bertujuan untuk makin menyejahterakan masyarakat Indonesia. Dengan penambahan saham tersebut, diharapkan akan terdapat lapangan kerja baru bagi masyarakat.
“Kita lakukan ini untuk apa? Supaya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan lapangan bisnis. Kalau hilirisasi ini kita bangun di daerah-daerah bisa menciptakan peluang. Investasi itu seperti kereta api, ada lokomotif ada gerbong,” ujarnya.
Bahlil menjelaskan, negara harus mempunyai arah kebijakan yang jelas. Indonesia menurutnya negara kaya dan Freeport saat ini merupakan aset negara.
Hingga 2018 lalu, saham Freeport yang dimiliki Indonesia hanya 9,36 persen, sebelum akhirnya menjadi 51,23 persen pasca-investasi saham pada September 2018 lalu.
Hal itu dilakukan melalui PT Inalum (Persero), yang membayar sebagian saham Freeport sebesar US$3,85 miliar atau hampir Rp 60 triliun. Terkait soal saham PT Freeport, Bahlil menjelaskan bahwa saat ini saham PT Freeport dimiliki mayoritas oleh Indonesia dengan nilai valuasi dari dividen mencapai Rp 300 triliun.
“Tahun 2018 Pak Jokowi mengatakan akan mengambil sebagian saham-saham yang dikelola asing, dan itu kekayaan milik Indonesia baik minyak maupun Freeport. Kita beli hampir US$4 miliar, dan dari pendapatan itu sekarang dividen 2024 sudah hampir lunas dengan pendapatan itu,” kata Bahlil.
“Artinya, Pak Jokowi membuat kebijakan membeli tidak sia-sia, sekarang nilai valuasi PT Freeport mencapai US$20 miliar, Rp 300 triliun,” ujarnya.