Kamis, 30 Mei 2024 – 17:37 WIB
Jakarta – Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi mengatakan bahwa Indonesia sedang mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada tahun 2025-2035. Hal tersebut sesuai dengan PP No. 14/2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN).
Salah satu teknologi nuklir yang dapat dimanfaatkan melalui kerja sama RI-Amerika Serikat (AS) adalah Small Modular Reactor (SMR). Kerja sama ini melibatkan The United State Departement of State (US DoS) melalui program Foundational Infrastructure for the Responsible Use of SMR Technology (FIRST).
“Program FIRST bertujuan untuk memperdalam pemahaman Indonesia mengenai masalah keamanan, proliferasi, dan keselamatan teknologi nuklir sebagai energi ramah lingkungan,” kata Edi di kantornya, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Mei 2024.
Menurut Edi, kajian Pembangunan SMR akan berisikan 18 bab yang membahas evaluasi lokasi, soil test, sumber bahan bakar, grid impact, biaya-biaya, komunikasi stakeholder, serta kajian dan mitigasi risiko.
Edi juga menyebut bahwa akan ada pembiayaan Grant Agreement (Perjanjian Hibah) dari US Trade and Development Agency (USTDA) sebesar US$2,3 juta atau sekitar Rp 34 miliar, yang akan dilaksanakan di Pantai Gosong, Provinsi Kalimantan Barat.
“Pada bulan April 2024, AS telah mengajukan SMR sebagai salah satu area Cooperative Work Program (CWP) dalam perjanjian IPEF Pilar III: Ekonomi Bersih. Adanya pembahasan SMR dalam kerja sama IPEF diharapkan dapat membantu percepatan pengembangan SMR di Indonesia,” tambahnya.
USTDA merupakan badan persiapan proyek luar negeri pemerintah AS yang memiliki misi pengembangan infrastruktur berkualitas tinggi di negara mitra seperti Indonesia dan Malaysia. Sejak berdiri pada 1992, USTDA telah mendukung lebih dari 100 kegiatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan lebih dari 30 di Malaysia.