Selasa, 18 Juni 2024 – 14:35 WIB
Jakarta – Rumah menjadi tempat yang paling nyaman untuk melepas penat setelah seharian beraktivitas. Tidak heran semua orang memiliki keinginan yang sama untuk memiliki rumah pribadi, termasuk Gen Z. Sayangnya, Gen Z dihadapkan pada berbagai hambatan yang membuat mereka lebih sulit untuk mewujudkan impian tersebut daripada generasi sebelumnya.
Baca Juga :
Saham Asia Kinclong Terdongkrak Wall Street Catatkan Rekor Tertinggi
Inilah yang menyebabkan Gen Z dijuluki sebagai ‘generasi yang tertunda’ karena banyak pencapaian hidup mereka yang harus tertunda, salah satunya memiliki rumah. Ada banyak faktor yang menyebabkan generasi tahun 1997 hingga 2012 ini sulit membeli rumah. Baik dari faktor eksternal maupun internal yang berasal dari diri Gen Z itu sendiri.
Berikut adalah uraiannya secara lengkap.
Baca Juga :
Pj Gubernur Sumut Bertemu Jokowi di Istana Negara, Ini yang Dibahas
1. Harga rumah terus meningkat dari tahun ke tahun
Baca Juga :
Lebih Cerdas Pilih Hunian, Milenial Hingga Gen Z Lebih Suka yang Seperti Ini
Harga rumah di kota-kota besar di Indonesia mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh inflasi, tingginya permintaan, dan keterbatasan lahan. Menurut Yahoo Finance, Gen Z harus membayar hingga 11 kali gaji rata-rata untuk total biaya hipotek rumah. Semakin tertekan, Gen Z juga harus membayar deposito rumah sebesar 20 persen dari gaji rata-rata tahunan. Bank Indonesia mencatat bahwa harga rumah mengalami kenaikan 11,25 persen pada tahun 2023. Lonjakan harga tersebut semakin menyulitkan Gen Z untuk memiliki hunian.
2. Pendapatan Lebih Rendah dari Generasi Sebelumnya
Upah Minimum Regional (UMR) di Indonesia memang mengalami kenaikan setiap tahun. Namun, kenaikan tersebut tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah. Ditambah dengan inflasi dan kenaikan suku bunga yang membuat Gen Z semakin sulit membeli tempat tinggal. Akibatnya, sulit bagi Gen Z yang baru memasuki dunia kerja untuk membeli rumah pribadi dalam waktu singkat.
Sebagian Gen Z bekerja di sektor informal dengan gaji yang tidak stabil dan tanpa tunjangan, seperti jaminan kesehatan dan pensiun. Kondisi ini membuat mereka semakin sulit untuk menabung dan membeli rumah.
3. Gaya Hidup Konsumtif
Kebiasaan hidup boros menjadi salah satu alasan Gen Z sulit memiliki rumah. Gaya hidup konsumtif membuat sulit untuk menyisihkan uang sebagai tabungan untuk membeli rumah. Gen Z cenderung lebih suka membeli barang-barang lucu, gadget terbaru, pakaian, dan hangout ke tempat yang viral di media sosial.
Survei Insight Center pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hampir 70 persen Gen Z di Indonesia menghabiskan lebih banyak uang untuk gaya hidup daripada menabung. Hal ini tentu membuat mereka semakin sulit untuk mencapai target keuangan, seperti membeli rumah.
4. Terbebani Jumlah Utang yang Tinggi
Gaya hidup konsumtif para Gen Z menimbulkan lubang utang. Gen Z sering mengambil kredit dan pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi gaya hidup boros mereka. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 34,7 persen Gen Z di Indonesia memiliki utang kartu kredit.
Sebagian gaji bulanan yang seharusnya dialokasikan untuk menabung membeli rumah justru digunakan untuk membayar utang. Gaji yang stagnan ditambah utang yang besar semakin memberatkan mereka dalam mewujudkan impian untuk memiliki rumah pribadi.
5. Minimnya Edukasi Keuangan terhadap Gen Z
Tidak semua Gen Z menyadari konsekuensi dari penggunaan kartu kredit atau pengambilan pinjaman online. Karena mereka kurang memiliki pengetahuan yang baik tentang keuangan. Gen Z cenderung lebih memprioritaskan cara untuk memenuhi gaya hidup dan keinginan tanpa memahami konsekuensi yang harus mereka tanggung.
Kurangnya edukasi keuangan di kalangan Gen Z membuat mereka tidak paham cara mengelola keuangan dengan baik dan mencapai tujuan keuangan, seperti membeli rumah. Pemerintah dan lembaga terkait perlu turun tangan untuk meningkatkan literasi dan edukasi keuangan bagi Gen Z. Harapannya mereka dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan mencapai tujuan keuangan menuju kebebasan finansial.
Halaman Selanjutnya
2. Pendapatan lebih rendah dari generasi sebelumnya