Oleh: Amallia Andini / Mahasiswi Magang Politik UI
8 Agustus 2024 – Dalam rangka persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh – Sumatera Utara 2024 yang tinggal 31 hari lagi, upaya kesehatan atlet sedang dilakukan. Fokus utama adalah mengatasi cedera musculoskeletal dan memantau kesehatan jantung untuk memastikan kinerja optimal dan keselamatan atlet.
Cedera musculoskeletal, yang termasuk kerusakan pada otot, tulang, dan sendi, sering terjadi dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik seperti beladiri. Cedera ini biasanya disebabkan oleh benturan fisik dari lawan, seperti tendangan atau pukulan.
Selain itu, atlet juga rentan terhadap gangguan jantung. Cedera ini bisa dipicu oleh faktor internal seperti kelainan jantung bawaan atau genetik, serta faktor risiko lain seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, dan riwayat keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit jantung koroner. Kesehatan jantung perlu diperhatikan karena dapat mengancam kesehatan jangka panjang.
“Menjaga kesehatan musculoskeletal dan kardiovaskuler harus seimbang,” ujar dr. Grace, Wakil Ketua Bidang Kesehatan dan Doping Kontrol Panwasrah PON XXI 2024 Wilayah Sumut.
Persatuan Dokter Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) telah bekerja sama dengan KONI Daerah untuk melakukan skrining massal bagi atlet yang akan berpartisipasi di PON XXI Aceh – Sumatera Utara 2024.
“PERKI sudah bekerja sama dengan KONI Daerah. Akan dilakukan skrining massal untuk para atlet yang akan bertanding di PON XXI,” kata Dr. Dwita, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dalam program Bincang Olahraga TVRI.
Dr. Dwita menjelaskan bahwa olahraga bukan penyebab langsung serangan jantung, tetapi bisa menjadi pemicu. “Olahraga bukan penyebab serangan jantung, tetapi dapat memicu. Biasanya, ada tanda-tanda seperti kejang sebelum atlet mengalami pingsan,” jelasnya.
Untuk mencegah serangan jantung pada atlet, skrining massal merupakan langkah penting. “Melakukan skrining massal bagi para atlet yang akan bertanding di PON XXI sangatlah penting,” ujar dr. Dwita.
Namun, atlet dengan riwayat masalah jantung perlu waspada terhadap kondisi tubuh mereka sendiri, karena hanya mereka yang bisa merasakan perubahan tersebut. Skrining hanya dapat mengurangi risiko.
“Pemeriksaan skrining hanya dapat memprediksi risiko dan mengurangi peluang terjadinya masalah jantung. Jika terjadi henti jantung pada usia di bawah 35 tahun, biasanya disebabkan oleh faktor genetik seperti penebalan jantung tiba-tiba. Sedangkan pada usia di atas 35 tahun, henti jantung umumnya disebabkan oleh penyakit jantung koroner,” papar dr. Dwita.
Dalam situasi darurat, resusitasi jantung atau pijat jantung dapat dilakukan. “Resusitasi jantung, atau pijat jantung, adalah teknik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dalam situasi darurat. Orang-orang di sekitar tidak perlu takut untuk memberikan pertolongan jika terjadi keadaan darurat,” tegas dr. Dwita.
Selain kesehatan jantung, kesehatan mental atlet juga harus diperhatikan. “Selain skrining kardiovaskuler, kesehatan mental atlet juga harus diperhatikan,” kata dr. Dwita.
dr. Grace menambahkan, “Tenaga medis harus mendapat pelatihan khusus untuk menghadapi pertandingan multi-event ini.” Sosialisasi mengenai skrining jantung dan pencegahan cedera juga akan dilakukan.
dr. Grace menekankan perlunya pengawasan dan koordinasi antara pihak terkait untuk mencegah dan menangani cedera selama gelaran PON nanti.