Selasa, 8 Oktober 2024 – 23:49 WIB
Jakarta, VIVA – Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025, mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. Salah satunya yakni dari Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Timur.
Baca Juga :
TRIV Resmi Kantongi Izin Penuh Perdagangan Fisik Aset Kripto dari Bappebti
“Langkah ini dinilai penting dalam menjaga keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah berbagai tantangan berat yang dihadapi,” kata Ketua Pengurus Daerah FSP RTMM-SPSI Jawa Timur, Purnomo, dalam keterangannya, Selasa, 8 Oktober 2024.
Dia mengaku pihaknya sangat mengapresiasi keputusan pemerintah itu, karena sudah sepatutnya kenaikan cukai rokok tahun 2025 itu tidak ada. “Keputusan ini penting untuk menjaga keberlangsungan IHT dan melindungi lapangan kerja yang ada,” ujarnya.
Baca Juga :
Karya Fesyen Lokal RI Tembus Pasar Global, See To Wear 2024 Siap Digelar
Saat ini, Purnomo mengaku pihaknya masih menunggu peraturan resmi CHT 2025 diterbitkan oleh pemerintah, agar terdapat kepastian di dalam hal tersebut.
Baca Juga :
Asosiasi Petani Tembakau di Daerah Kompak Tolak Regulasi Kemasan Rokok Polos
Menurutnya, keputusan pemerintah ini juga sejalan dengan rekomendasi dari Bupati dan Walikota se-Jawa Timur, yang meminta agar tidak ada kenaikan cukai CHT dengan mempertimbangkan kelangsungan lapangan kerja di IHT.
Namun, Purnomo juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kemungkinan adanya kenaikan cukai yang drastis pada tahun 2026. Dia menegaskan, pemerintah kerap mengeluarkan aturan yang memberatkan IHT sehingga dapat berdampak negatif bagi pekerja.
“Kebijakan dan aturan Pemerintah sering memberatkan IHT dan dampaknya itu langsung ke pekerja,” ujar Purnomo.
Tak hanya soal kenaikan cukai, aturan lain seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) juga sangat menyudutkan IHT. Karenanya, Purnomo mendorong dilakukannya revisi PP Kesehatan, yang mengatur larangan zonasi penjualan dan larangan pembatasan iklan rokok.
Selain itu, pihaknya juga meminta pembatalan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes), yang akan mengatur kemasan rokok polos tanpa merek. Kedua aturan itu dianggap sangat berdampak negatif bagi keberlangsungan mata pencaharian pekerja.
“Pemerintah harus merevisi PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes karena berdampak buruk sekali bagi para pekerja yang menggantungkan nasibnya di industri tembakau,” ujarnya.
Halaman Selanjutnya
“Kebijakan dan aturan Pemerintah sering memberatkan IHT dan dampaknya itu langsung ke pekerja,” ujar Purnomo.