Asosiasi Pedagang Kelontong menolak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, sebagai salah satu aturan yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI), Junaidi menyatakan penolakan tersebut karena para pedagang kelontong menggantungkan sebagian besar pendapatan dari penjualan produk tembakau. Implementasi aturan ini dikhawatirkan akan menurunkan omzet secara signifikan bagi pedagang kelontong. Para pedagang kelontong merasa aturan tersebut akan sulit untuk diterapkan di lapangan karena sekitar 50 persen pendapatan mereka berasal dari penjualan rokok.
Junaidi menegaskan bahwa pedagang kelontong bersama-sama menolak aturan tersebut, termasuk PP Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan turunannya, yang dianggap dapat menyulitkan kegiatan penjualan rokok. Selain itu, dia juga mengkritik pembatasan yang diterapkan pada produk rokok yang legal, sementara rokok ilegal semakin banyak beredar di pasaran. Hal ini dianggap tidak sejalan dengan kontribusi besar industri tembakau terhadap ekonomi, dan dapat mengganggu sektor terkait dengan kerugian yang mencapai miliaran rupiah.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, juga menyuarakan keprihatinannya terhadap kebijakan tersebut. Budhyman mencatat bahwa jutaan orang bergantung pada industri tembakau, baik secara langsung maupun tidak. Upaya Kementerian Kesehatan ini diyakini akan berdampak negatif terhadap perekonomian dengan potensi hilangnya kontribusi sebesar Rp 308 triliun dan kerugian lapangan kerja. Hal ini dianggap bertentangan dengan target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan, sehingga menimbulkan harapan untuk peninjauan kembali terhadap kebijakan tersebut.