Indonesia saat ini menghadapi tantangan dalam mewujudkan visi besar ‘Indonesia Emas 2045’. Dengan target ambisius untuk pertumbuhan ekonomi hingga 8% per tahun di bawah pemerintahan baru Prabowo Subianto & Gibran Rakabuming Raka, berbagai hambatan dan realitas harus diatasi. Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof. Widodo, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya mencapai 5,05%, jauh dari target yang ditetapkan. Tantangan ekonomi antara wilayah Jawa dan luar Jawa masih signifikan, dengan daya saing Indonesia tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Thailand.
Kompleksitas tantangan juga melibatkan masalah struktural yang menghambat pertumbuhan, seperti deindustrialisasi dini yang mempengaruhi sektor manufaktur dan perlambatan di empat provinsi industri utama. Menurut Widodo, solusi untuk mengatasi deindustrialisasi ini adalah dengan mengatasi berbagai masalah utama seperti biaya tenaga kerja tinggi, mahalnya bahan baku, sulitnya akses bahan penolong, dan kebijakan perpajakan yang kurang mendukung.
Perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi pun menambah tekanan dalam kondisi ekonomi saat ini. Untuk mengatasi hambatan fiskal dan menghadapi tantangan struktural, digitalisasi muncul sebagai solusi potensial yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan membangun ekosistem digital yang kuat, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital dan mencapai visi ‘Indonesia Emas 2045’.
Forum Business, Economic, Social, And Technology (BEST) Outlook menjadi wadah untuk membahas solusi komprehensif demi mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain memanfaatkan potensi ekonomi digital, juga diperlukan reformasi struktural, kolaborasi lintas sektor, dan kebijakan yang tepat. Dengan langkah-langkah yang nyata dan solusi yang terencana, Indonesia dapat bangkit dari tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah.