Pada tanggal 24 Mei 2024, oleh Budsetiawan (Founder Football Institute), lex sportiva dalam dunia olahraga mengacu pada asas bahwa olahraga memiliki hukum yang bersifat otonom, independen, dan berlaku secara universal. Federasi olahraga memiliki kewenangan untuk mengatur aturannya sendiri tanpa campur tangan eksternal. Penegakan disiplin adalah gambaran dari kedaulatan olahraga, khususnya dalam sepakbola. Tujuan Kode Disiplin PSSI adalah untuk mengatur jenis pelanggaran, memberlakukan sanksi, dan menetapkan prosedur hukum. Komisi Disiplin PSSI sebagai alat penegakan disiplin dalam sepakbola cenderung tidak berfungsi saat ini.
Ketika Satgas Anti Mafia Bola Polri mengumumkan status tersangka bagi pelaku match fixing Vigit Waluyo, Komisi Disiplin PSSI terlihat lamban dalam menanggapi situasi tersebut. Bahkan setelah putusan hukum dikeluarkan oleh PN Sleman pada Maret 2024, Komisi Disiplin PSSI belum juga bersidang untuk memutuskan kasus tersebut. Pertanyaan muncul mengenai independensi Komisi Disiplin PSSI dan keputusan yang belum diambil terhadap para pelaku match fixing.
Budi Setiawan, pendiri Football Institute, menyatakan bahwa kritik yang disampaikan bukan untuk menyalahkan Komisi Disiplin PSSI, namun untuk mendorong penegakan disiplin dalam sepakbola. Dia menyoroti pentingnya transparansi dan efisiensi dalam menjalankan proses hukum terkait kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini, keterbukaan dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga integritas olahraga, terutama dalam menangani kasus-kasus yang mengganggu fair play dalam sepakbola.