Tradisi tahlilan, peringatan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, dan ke-100 setelah seseorang meninggal dunia, telah menjadi praktik keagamaan yang penting dalam komunitas Muslim di Indonesia. Meskipun tidak tertulis dalam Al-Qur’an atau Hadis, tradisi ini berkembang sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi almarhum.
Pada peringatan tahlilan, keluarga dan kerabat berkumpul untuk membaca tahlil, serangkaian doa dan zikir untuk memuji keesaan Allah serta mendoakan agar dosa-dosa almarhum diampuni dan ditempatkan di tempat yang mulia. Selain itu, tahlilan juga menjadi sarana mempererat silaturahmi antar anggota masyarakat.
Makna dari tradisi tahlilan tergambar dalam peringatan hari ke-3, ke-7, ke-40, dan ke-100 setelah kematian seseorang. Pada hari ke-3, acara tahlilan diadakan di rumah duka dengan doa, ayat-ayat Al-Qur’an, sholawat, dan dzikir. Tahlilan hari ke-7 bertujuan memberikan penghormatan terakhir dan mempersiapkan almarhum menuju kehidupan akhirat. Sementara tahlilan pada hari ke-40 menandai berakhirnya masa berkabung yang dianggap berat bagi keluarga yang ditinggalkan. Pada hari ke-100, tahlilan diadakan sebagai bentuk penghormatan terakhir dan memperingati almarhum.
Tahlilan merupakan perpaduan budaya lokal dan ajaran Islam yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di dalam hukum Islam, tahlilan dianggap sesuai dengan prinsip bahwa budaya lokal dapat diterima selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Acara tahlilan umumnya diisi dengan bacaan dzikir, doa, dan tahlil, serta sering disertai dengan jamuan makanan sebagai bentuk sedekah bagi para tamu.