Komdis PSSI, yang kini tengah dibekap tanda tanya dan kebingungan, terkesan tidak memiliki arah yang jelas dalam setiap langkahnya. Mereka terlihat hanya berkutat tanpa kesimpulan atas alasan tidak diselenggarakannya sidang maupun penetapan sanksi di dunia sepakbola. Para terdakwa dalam kasus PSS Sleman vs Madura FC, termasuk Dewanto, Vigit, dan Kartiko, telah dibebaskan dari tahanan. Rumadi dijadwalkan bebas pada pertengahan Juni 2024, sementara empat perangkat pertandingan telah dijatuhi hukuman 5 bulan penjara dan 10 bulan percobaan. Meski pelaku match fixing sudah bebas, hukuman terhadap sepakbola masih belum diputuskan, menciptakan ironi yang mengganjal. Pada kasus match fixing tahun 2019, ketika Mbah Putih alias Dwi Irianto & Johar Lin Eng ditetapkan sebagai tersangka oleh satgas anti mafia bola, Komdis PSSI langsung memberlakukan hukuman seumur hidup tanpa proses panjang. Namun, sekarang dalam kasus PSS Sleman vs Madura FC yang telah ada putusan pengadilan, Komdis tampak enggan untuk bersikap tegas. Menariknya, Asep Edwin, yang dulunya ketua Komdis PSSI pada 2019, kini menjabat sebagai Wakil Ketua Komdis PSSI Periode 2023-2027. Bahkan untuk kasus pungutan liar wasit saja, Komdis PSSI membutuhkan waktu 8 bulan untuk memberikan keputusan, apalagi untuk kasus hukuman seumur hidup dan degradasi. Publik sepakbola semakin tak sabar menunggu keputusan yang diambil oleh Komdis. Kecepatan dalam mengambil keputusan dan bobot dari putusan yang dikeluarkan mencerminkan kinerja Komdis. Bukan sekadar berbicara di ruang publik untuk mencari alasan atau pembelaan atas kelambanan kerja yang ditunjukkan oleh Komdis PSSI.