Dalam Islam, seorang perempuan yang sedang mengalami haid tidak diwajibkan untuk berpuasa dan dapat menggantinya di lain waktu. Namun, seringkali muncul kebingungan ketika darah haid baru terlihat setelah berbuka dan perempuan tersebut tidak yakin apakah darah tersebut keluar sebelum atau setelah waktu Maghrib. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah puasanya tetap sah atau harus diqadha di kemudian hari. Dalam kondisi seperti ini, prinsip fiqih menentukan bahwa kejadian harus dikaitkan dengan waktu yang paling dekat jika tidak ada bukti jelas mengenai waktu kejadian tersebut. Oleh karena itu, jika seorang perempuan melihat darah haid setelah berbuka puasa dan ragu kapan darah itu keluar, maka waktu yang dianggap adalah yang paling dekat, yaitu setelah Maghrib. Dengan demikian, puasanya tetap sah karena dianggap masih suci hingga waktu berbuka tiba. Ulama juga memberikan pandangannya terkait keraguan dalam waktu haid, bahwa perempuan harus mengambil keputusan berdasarkan waktu yang paling dekat dan lebih dapat dipastikan. Jika terdapat keraguan apakah darah haid keluar sebelum atau sesudah Maghrib, perempuan dapat berpegang pada hukum asal bahwa ia masih suci hingga terbukti sebaliknya. Sehingga, puasanya tetap sah dan tidak perlu diqadha, kecuali jika yakin bahwa darah tersebut telah keluar sebelum matahari terbenam. Dengan demikian, perempuan yang mengalami haid bisa lebih memahami hukum puasa dalam Islam dan tetap menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama.