Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli tanah dan bangunan yang perlu dipahami oleh masyarakat. Di Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengatur ketentuan BPHTB melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 untuk mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, BPHTB dikenakan pada perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bisa terjadi melalui berbagai cara seperti jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, lelang, dan peristiwa hukum lainnya yang mengubah hak atas tanah atau bangunan.
Tarif BPHTB yang berlaku di DKI Jakarta adalah sebesar 5 persen dari nilai perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Untuk menghitung BPHTB, rumus yang digunakan adalah (Nilai Perolehan – NPOPTKP) × Tarif 5 persen. Pembayaran BPHTB harus dilakukan saat terjadinya perolehan hak atas tanah atau bangunan, seperti saat ditandatanganinya akta jual beli, hibah, tukar-menukar, pendaftaran warisan, penetapan pemenang lelang, atau saat diterbitkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
BPHTB dipungut di wilayah administrasi tempat objek tanah atau bangunan tersebut berada. Masyarakat diharapkan memahami kewajiban perpajakan ini sebagai kontribusi terhadap pembangunan daerah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus mendorong pemahaman publik tentang kewajiban perpajakan melalui edukasi dan sosialisasi. Adapun objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui berbagai transaksi atau peristiwa hukum, kecuali untuk beberapa pengecualian seperti perolehan oleh negara atau pemerintah daerah, badan internasional, rumah sederhana oleh masyarakat berpenghasilan rendah, wakaf, dan kegiatan ibadah.