Tantangan besar menghadang Indonesia pada awal 2025 dengan munculnya banjir besar di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Sukabumi. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan bahwa banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Riau. Banjir tidak lagi hanya bencana musiman, tetapi telah menjadi momok yang menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Kerusakan properti, kendaraan, bisnis, dan ancaman kesehatan menjadi ancaman serius akibat banjir.
Faktor manusia, seperti alih fungsi lahan dan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan, turut berperan dalam memperburuk situasi banjir di Indonesia. Deforestasi dan sistem drainase yang buruk juga menjadi pemicu banjir semakin tak terhindarkan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan langkah-langkah strategis melalui pembangunan berkelanjutan, pengelolaan tata ruang yang lebih baik, perbaikan infrastruktur drainase, dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menciptakan sistem mitigasi banjir yang lebih efektif. Asuransi juga menjadi instrumen penting dalam perlindungan finansial terhadap risiko banjir. Meskipun kesadaran berasuransi di Indonesia masih rendah, langkah-langkah seperti asuransi wajib risiko bencana telah diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan finansial bagi masyarakat.
Selain itu, Indonesia bisa mengambil contoh dari negara lain dalam menangani risiko banjir melalui kebijakan asuransi wajib. Langkah-langkah adaptasi dari negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Prancis, dan India dapat dijadikan acuan dalam menghadapi ancaman banjir. Dengan memperkuat kemitraan antara pemerintah, industri asuransi, dan masyarakat melalui skema Public-Private Partnership (PPP), Indonesia diharapkan dapat lebih siap menghadapi banjir yang terus berulang dan melindungi masa depan dari ancaman banjir yang mematikan.