Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah dua lembaga penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang bertanggung jawab atas fungsi perwakilan rakyat. Meskipun sering dianggap sama, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam tugas, fungsi, dan wewenangnya.
DPR merupakan lembaga legislatif yang mewakili rakyat secara nasional dan memiliki kewenangan membentuk undang-undang bersama Presiden, menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta mengawasi kebijakan pemerintah. DPR juga memiliki fungsi pengawasan melalui hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu, DPR berwenang mengusulkan pemberhentian Presiden kepada MPR jika terjadi pelanggaran hukum berat. Anggota DPR dipilih melalui pemilu setiap lima tahun, mewakili partai politik yang lolos ambang batas parlemen.
Sementara itu, MPR terdiri dari seluruh anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tugas utama MPR adalah menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar 1945, melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih, serta memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden jika melanggar konstitusi. MPR juga memiliki kewenangan menetapkan Ketetapan MPR (TAP MPR) yang bersifat strategis. MPR RI periode 2024–2029 dipimpin oleh Ahmad Muzani.
Perbedaan antara DPR dan MPR dapat dijelaskan dalam beberapa poin, seperti komposisi keanggotaan, fungsi dan tugas utama, serta kewenangan khusus. DPR beranggotakan wakil rakyat dari partai politik hasil pemilu legislatif, sementara MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, mencerminkan perwakilan politik dan daerah. DPR fokus pada legislasi, penganggaran, dan pengawasan pemerintah, sedangkan MPR lebih menekankan fungsi konstitusional seperti mengubah UUD dan melantik Presiden.
Kehadiran DPR dan MPR dalam sistem demokrasi Indonesia sangat penting untuk menjaga akuntabilitas pemerintahan dan keberlangsungan negara berdasarkan konstitusi dan Pancasila.