Saat hubungan mulai terasa semakin dekat dan serius, beberapa orang justru merasakan dorongan untuk menarik diri secara emosional. Perasaan ini muncul tanpa diduga, ketika seharusnya hubungan melangkah ke tahap yang lebih dalam. Seseorang yang mengalami hal ini merasa seperti membutuhkan jarak untuk menjaga keterikatan. Munculnya keinginan untuk menjauh saat hubungan semakin serius dapat disebabkan oleh avoidant attachment atau pola keterikatan menghindar. Pola keterikatan ini biasanya dimulai sejak masa kanak-kanak, terutama pada individu yang tidak menerima respons emosional yang sensitif dari orang tua atau pengasuhnya.
Gaya keterikatan menghindar ini tidak hanya berdampak pada masa kecil, tetapi juga dapat membawa pengaruh hingga dewasa. Beberapa ciri-ciri avoidant attachment saat dewasa antara lain menghindari kedekatan emosional dalam hubungan, merasa terganggu jika pasangan terlalu clingy, cenderung menyelesaikan masalah sendiri, menekan perasaan negatif, dan takut ditolak sehingga menjaga jarak emosional. Penelitian menunjukkan bahwa gaya keterikatan ini dapat berdampak pada kualitas hubungan di usia lanjut, seperti yang terlihat dalam sebuah studi di Hong Kong.
Avoidant attachment umumnya berkembang akibat pengalaman penolakan atau pengabaian emosional saat masa kecil. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan pola keterikatan ini antara lain orang tua yang kurang memahami kebutuhan emosional anak, kurangnya empati dari pengasuh, orang tua merasa terbebani dengan tanggung jawab mengasuh, dan orang tua dengan gaya keterikatan yang menghindar. Anak-anak yang mengalami avoidant attachment belajar untuk menahan diri dalam mengekspresikan kebutuhan emosional dan cenderung bergantung pada diri sendiri. Mereka juga bisa kehilangan koneksi dengan emosi mereka sendiri dan menganggap pola keterikatan sebagai sesuatu yang berisiko.