Perayaan Hari Raya Waisak di Indonesia merupakan momen bersejarah yang dipenuhi dengan tradisi dan ritual yang kaya akan makna. Dalam ajaran Buddha, Hari Raya Waisak memberi penghormatan kepada tiga peristiwa besar dalam kehidupan Siddhartha Gautama, yaitu kelahiran, mencapai pencerahan, dan wafatnya. Tradisi ini tidak hanya menjadi seremonial belaka, namun juga menjadi waktu refleksi mendalam untuk memperdalam pemahaman dan komitmen terhadap ajaran kebenaran Sang Buddha.
Beberapa tradisi yang biasanya dilakukan oleh umat Buddha di Indonesia untuk merayakan Hari Raya Waisak antara lain Pindapatta, Kirab Waisak, Pengambilan Api Dharma dan Air Berkah, Tradisi memandikan patung Buddha, aktivitas di vihara dan kuil, serta Festival lampion Waisak. Pindapatta adalah tradisi memberikan sedekah makanan kepada para biksu sebagai manifestasi semangat berbagi dan kesederhanaan. Kirab Waisak menjadi simbol perjalanan batin dan kontemplasi yang sarat akan nilai spiritual. Pengambilan Api Dharma dan Air Berkah dari Grobogan dan Umbul Jumprit menjadi ritual suci menjelang perayaan Waisak. Tradisi memandikan patung Buddha menjadi simbol penyucian lahir dan batin, sementara aktivitas di vihara dan kuil menjadi momen untuk memperdalam praktik keagamaan.
Selain itu, Festival lampion Waisak juga menjadi salah satu tradisi yang sangat diantisipasi, di mana ribuan lampion diterbangkan ke langit malam. Festival ini melambangkan pelepasan energi negatif dan harapan untuk masa depan yang damai. Semua tradisi ini diselenggarakan dengan khidmat dan penuh makna dalam rangkaian perayaan Hari Raya Waisak. Tradisi-tradisi tersebut mencerminkan nilai-nilai spiritual dan kebijaksanaan ajaran Buddha yang mendalam. Dengan cara ini, Hari Raya Waisak tidak hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga menjadi waktu yang penuh dengan kekhidmatan dan refleksi spiritual bagi umat Buddha di Indonesia.