Ganja, yang selama ini sering dikaitkan dengan stigma negatif, ternyata memiliki manfaat potensial dalam bidang medis. Banyak negara telah melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan dengan aturan yang ketat dan pengawasan dari otoritas kesehatan setempat. Legalisasi ganja medis didasarkan pada khasiat terapeutik yang terdapat dalam tanaman Cannabis sativa, terutama zat aktif seperti tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD) yang terbukti membantu meredakan sejumlah gejala penyakit kronis seperti nyeri, epilepsi, dan efek samping dari pengobatan kanker.
Beberapa negara yang telah melegalkan ganja untuk keperluan medis antara lain Amerika Serikat, Thailand, Korea Selatan, Argentina, Belize, Kroasia, Finlandia, Makedonia, Selandia Baru, Inggris, Zimbabwe, dan Siprus. Sementara di Indonesia, ganja masih dikategorikan sebagai narkotika golongan I yang dilarang. Namun, Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang melakukan penelitian bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mempertimbangkan kemungkinan penggunaan ganja untuk keperluan medis.
Dengan semakin banyaknya negara yang melegalkan ganja untuk pengobatan, Indonesia berada pada titik penting dalam merespons tuntutan ilmiah dan kemanusiaan terhadap pemanfaatan ganja untuk medis secara legal dan terukur. Sejumlah instansi dan pihak terkait di Indonesia, termasuk Komisi III DPR RI, mendesak dilakukannya penelitian lanjutan terkait ganja medis, mengingat adanya dorongan dari masyarakat dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait hal ini. Selain itu, respons terhadap ganja medis juga merupakan bagian dari upaya untuk mengikuti perkembangan internasional dalam pengobatan serta menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasien yang mungkin memerlukan akses lebih luas terhadap pengobatan alternatif.