Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025, yang mengatur tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dalam SE tersebut disebutkan bahwa produk asuransi kesehatan harus memiliki skema co-payment atau pembagian risiko. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa aturan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2026. Salah satu tujuan dari SE ini adalah untuk mendorong efisiensi dalam biaya kesehatan yang terus meningkat, mengingat inflasi medis yang cenderung lebih tinggi dari umum. Dengan adanya skema co-payment, diharapkan dapat memitigasi dampak dari inflasi medis dalam jangka panjang.
Dalam aturan tersebut, produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebesar minimal 10 persen dari total pengajuan klaim. Batasan maksimum pengajuan klaim telah ditetapkan sebesar Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan, dan Rp 3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap. Meskipun produk asuransi kesehatan tersebut dapat digabung dengan asuransi lain dalam sistem koordinasi manfaat, nilai pembagian risiko minimal tetap 10 persen dari total pengajuan klaim yang menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.
Co-payment hanya akan berlaku untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity), dan produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care). Namun, co-payment tidak berlaku untuk produk asuransi mikro. Perusahaan asuransi juga memiliki kewenangan untuk meninjau dan menetapkan premi dan kontribusi kembali pada saat perpanjangan polis asuransi berdasarkan riwayat klaim pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Dengan adanya SE ini, diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan keadilan dalam sistem asuransi kesehatan.