Musisi folk progresif Amis kembali memicu perbincangan publik melalui karyanya yang terbaru yang berjudul “Local Wisdumb”. Dengan nada satir dan sindiran yang tajam, Amis menyoroti praktik pengorbanan rakyat demi kekuasaan, negara, dan narasi sejarah yang dikuasai oleh segelintir elite. Lewat lirik dan visual yang langsung, ia mengkritik bagaimana kepentingan rakyat sering kali tertutupi oleh retorika nasionalisme yang tidak jujur. Dalam video tersebut, salah satu adegan yang sangat mencolok adalah Amis duduk di atas seekor sapi, yang merupakan simbol dari qurban yang mudah dikenali.
Namun, dalam tangan Amis, sapi tidak hanya menjadi lambang ritual keagamaan, tetapi juga menjadi metafora yang kuat tentang bagaimana rakyat dijadikan alat kendaraan (dan korban) oleh penguasa. Mereka digambarkan bukan sebagai individu yang dilindungi, melainkan sebagai objek yang dapat dikendalikan, dikorbankan, dan dicegah suaranya atas nama pembangunan dan persatuan. “Video musik dan lagu ini ditujukan bagi mereka yang suaranya tenggelam di dalam narasi besar yang terkendali. Seringkali kita diajak untuk berbangga tanpa diiringi dengan kejujuran. Selamat Hari Raya Idul Adha!” ujar Amis dalam pernyataan singkatnya.
Melalui “Local Wisdumb”, Amis mengajak pendengarnya untuk merefleksikan kembali konsep ‘kebijaksanaan lokal’ yang sering kali dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan ketimpangan. Menurut Amis, istilah tersebut sering digunakan untuk menekan kritik dan melegitimasi penindasan yang nyata, baik secara fisik maupun simbolik. Meskipun musiknya tetap mengusung akar folk, namun konten sosial yang tajam dan penuh perlawanan tetap tersaji dengan kuat.
Karya ini tidak hanya memberikan kritik, tetapi juga ruang untuk kontemplasi. Di tengah dominasi propaganda dan glorifikasi, Amis memberikan suara alternatif yang mencerminkan ketidakpuasan banyak individu. “Local Wisdumb” hadir sebagai pengingat bahwa nasionalisme yang sehat bukanlah yang menuntut kebanggaan semu, melainkan yang berani menghadapi kenyataan dan mendengarkan suara-suara yang selama ini terpingkirkan.