Dari sebuah gang kecil di Tangerang, suara keras dan lantang lahir dari balik warung yang kerap dijuluki “Warung Basmen” oleh anak-anak muda sekitar. Di situlah The Jems mulai terbentuk, band hardcore yang hari ini dikenal sebagai peluru mentah dari pinggiran kota yang tak sabar menghantam telinga dan realita. Latar belakang mereka sederhana: kejenuhan pasca-SMA dan kebutuhan untuk meluapkan amarah yang tak bisa disalurkan lewat hal lain.
The Jems terbentuk dari ide Dito Raharjo (vokal) dan Afrizal Aji Bayu (bass) untuk melampiaskan kejenuhan hidup, bukan hanya tampil keren, tapi untuk menjadi tempat untuk jujur. Bergabung dengan Kesid Mukti (gitar) dan Anugrah Fikriansyah (drum), The Jems merupakan sekelompok anak muda yang berani dan memiliki sesuatu untuk disampaikan.
Album terbaru mereka, ‘Buy One Get War’, mencerminkan eksplorasi mereka dalam menyuarakan tekanan internal, rasa kalah, kegelisahan usia dua puluhan, dan rasa lapar akan pengakuan, kebebasan, dan makna hidup. The Jems bukan hanya tentang genre musik, tapi juga tentang pengalaman hidup.
Dalam album ini, The Jems tidak hanya menyoroti kekecewaan terhadap sistem pendidikan dalam lagu “Fucked Up Got Zipped”, tetapi juga merayakan kebebasan dan kesuksesan pribadi dalam lagu “Go Back To The Krü”. Mereka juga mengkritik generasi dengan jenaka dalam lagu “Sinatra Versi Plastik” dan mengungkapkan ketidakpercayaan orang tua terhadap generasi muda dalam lagu “Sial Besok Senin”.
‘Buy One Get War’ adalah pernyataan tentang tumbuh dewasa tanpa pilihan, di mana laki-laki tanggung harus menerima nasib menjadi ‘pria’ meskipun belum siap. Melalui lagu-lagu seperti “Mental Health” dan “Negative Conversation”, The Jems menjelajahi isu-isu yang dalam dan pribadi, sambil mempertahankan suara mereka yang segar dan unik.
Meskipun berasal dari gang kecil, suara The Jems memiliki impak yang besar. Mereka telah merilis beberapa materi sebelumnya, namun ‘Buy One Get War’ menunjukkan kematangan dan keliaran mereka dalam musik. The Jems tidak menawarkan solusi dalam lagu-lagu mereka, tapi menyajikan pengingat bahwa kita tidak sendirian dalam kegelisahan hidup. Mereka mengajak pendengar untuk tetap keras kepala, teriak, dan menang, meski hanya sekali.