Konsumsi telur setengah matang memang populer karena rasanya lezat dan teksturnya yang lembut. Namun, cara pengolahan yang kurang matang dapat menyebabkan risiko kesehatan yang serius. Telur setengah matang memiliki potensi kontaminasi bakteri seperti Salmonella yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, demam, dan komplikasi serius terutama bagi anak-anak, lansia, dan individu dengan sistem imun melemah.
Telur setengah matang belum mencapai suhu internal yang cukup tinggi, sehingga belum mampu membunuh bakteri Salmonella. Infeksi salmonellosis dapat menyebabkan gejala seperti mual, muntah, diare, dan kram perut. Selain itu, telur setengah matang juga berpotensi membawa bakteri lain seperti E. coli, Listeria, dan Staphylococcus aureus yang dapat meningkatkan risiko keracunan makanan.
Selain itu, telur setengah matang sulit dicerna dan mengandung protein avidin yang dapat menghambat penyerapan biotin dalam tubuh. Protein dalam telur mentah juga bisa memicu reaksi alergi mulai dari gatal-gatal hingga anafilaksis. Kuning telur yang kaya kolesterol juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung jika dikonsumsi secara rutin.
Untuk mengurangi risiko, disarankan menggunakan telur pasteurisasi, menyimpan telur dalam kulkas, merebus telur setengah matang dengan suhu minimal 70 °C selama 7-12 menit, dan mengonsumsinya segera setelah dimasak. Selain itu, cuci tangan dan peralatan dengan bersih setelah mengolah telur mentah untuk mencegah kontaminasi silang.
Meskipun telur setengah matang terasa nikmat, penting untuk menyadari risiko kesehatan yang dapat timbul. Untuk kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, disarankan untuk memasak telur hingga matang sempurna. Langkah ini dapat membantu mencegah infeksi bakteri dan efek negatif lainnya yang dapat ditimbulkan oleh telur setengah matang.