Kelas menengah di Indonesia sering dianggap sebagai kelompok yang stabil secara finansial dan mendukung ekonomi nasional. Mereka biasanya tinggal di kota besar, memiliki pekerjaan tetap, dan menikmati gaya hidup modern. Namun, terdapat fakta menarik di balik citra tersebut. Menurut laporan Nielsen Lifestyle Consumer Report, sebagian besar pengeluaran kelas menengah sebenarnya digunakan untuk konsumsi simbolik, seperti membeli barang-barang mewah, nongkrong di tempat keren, berbelanja fesyen, atau liburan ke destinasi populer. Fenomena ini dikenal sebagai “fake rich”, di mana mereka terlihat kaya sosial namun kondisi keuangan sebenarnya rentan. Data menunjukkan bahwa sebagian besar kelas menengah kurang fokus pada tabungan dan investasi jangka panjang, lebih terjebak dalam siklus belanja impulsif demi mendapat pengakuan sosial. Meskipun kebanyakan dari mereka terlihat mapan, banyak juga yang kesulitan keuangan menjelang akhir bulan karena keputusan konsumtif yang tidak terencana. Survei menunjukkan bahwa meskipun daya beli menurun, pengeluaran untuk gaya hidup tetap tinggi, menunjukkan tekanan sosial untuk tetap terlihat mampu masih kuat. Diharapkan dengan menyadari kondisi ini, kelas menengah di Indonesia dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang merugikan.