Pada Selasa, 19 Agustus 2025, Kementerian Perindustrian telah membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) guna merespons keluhan dari pelaku industri terkait pembatasan pasokan gas subsidi ke penerima industri. Langkah ini diambil setelah produsen gas mengirim surat kepada industri penerima HGBT mengenai rencana pembatasan pasokan hingga 48 persen. Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menyatakan keheranannya terhadap pembatasan pasokan gas dengan harga US$6,5 per MMBTU, sedangkan pasokan gas untuk harga normal di atas US$15 per MMBTU tetap stabil. Beliau menekankan pentingnya produsen gas tidak menciptakan narasi pembatasan pasokan gas untuk menaikkan harga jual di atas US$15 per MMBTU, padahal harga subsidi untuk industri adalah US$6,5 per MMBTU.
Febri juga menambahkan bahwa tidak terdapat masalah teknis dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas, serta mengingatkan tentang dampak kebijakan relaksasi impor terhadap industri dalam negeri. Pembentukan Pusat Krisis ini juga didorong oleh laporan pelaku industri mengenai pembatasan pasokan, penurunan tekanan gas, dan tingginya harga gas. Tujuan utama pusat krisis ini adalah memberikan rasa aman dan perlindungan kepada para pelaku industri investasi manufaktur dalam negeri, khususnya pada tujuh subsektor industri penerima manfaat HGBT seperti pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Selain itu, pusat krisis juga diharapkan dapat menjadi jalur komunikasi antara industri dan pemerintah serta instrumen resmi untuk memastikan kelangsungan industri pengguna gas.