Mayday Parade merayakan dua dekade perjalanan mereka dengan merilis karya baru yang masih sarat emosi. Band asal Tallahassee, Florida, ini resmi mengumumkan ‘Sad’, bagian kedua dari trilogi album terbaru mereka, yang dijadwalkan rilis pada 3 Oktober mendatang. Album ini kembali diproduseri oleh kolaborator lama mereka, Zack Odom dan Kenneth Mount, dua sosok yang telah lama menjadi bagian penting dalam perjalanan musikal band tersebut. Sebagai pemanasan, Mayday Parade sudah lebih dulu melepas single pembuka berjudul “Under My Sweater” yang kini bisa dinikmati di berbagai layanan streaming.
Jika album pertama ‘Sweet’ hadir dengan nuansa penuh energi dan anthemic, ‘Sad’ justru mengambil langkah berbeda. Lewat album ini, Mayday Parade menurunkan tempo, menghadirkan suasana lebih reflektif, tanpa meninggalkan ciri khas melodi megah dan kejujuran emosional yang sejak lama menjadi fondasi identitas mereka. Vokalis Derek Sanders mengungkapkan adanya sentuhan referensi yang unik dalam single terbaru dan bahwa “Under My Sweater” adalah langkah maju untuk Mayday Parade.
Album ‘Sad’ menggali sisi lembut dari suara band ini dengan lagu-lagu seperti “Promises” yang menyayat hati dan “I Miss The 90s” yang penuh nuansa nostalgia. Album ini ditutup dengan karya ambisius “I Must Obey The Inscrutable Exhortations Of My Soul”, sebuah suite berlapis yang menjadi salah satu komposisi paling kreatif dalam katalog mereka sejauh ini.
Rilisan terbaru ini hadir setelah rangkaian tur ulang tahun ke-20 yang dianggap sebagai salah satu momen penting dalam karier Mayday Parade, sekaligus kembalinya mereka ke panggung utama Vans Warped Tour yang melegenda. ‘Sad’ menandai babak berikutnya dari perjalanan mereka yang konsisten menjaga kemandirian sekaligus terus memperbarui semangat kreatif. Dengan katalog yang sudah melampaui satu miliar kali pemutaran dan warisan besar dalam membentuk generasi penggemar emo, Mayday Parade tetap menjadi kekuatan vital di kancah musik alternatif. Musim gugur ini, mereka akan melanjutkan perjalanan dengan tur bersama All Time Low dan tampil di festival When We Were Young, mempertegas bahwa dua dekade berlalu tak membuat mereka kehilangan relevansi maupun energi artistik.