Pola kerja kelas menengah yang telah lama berlaku, yaitu bekerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore selama lima hari seminggu, kini mulai terancam punah. Perubahan ini dipicu oleh perkembangan teknologi dan gaya hidup digital yang semakin menggeser pola kerja tradisional. Pandemi Covid-19 menjadi titik balik besar yang membuat banyak perusahaan sadar bahwa produktivitas bukan hanya tergantung pada jam kerja, tetapi juga hasil kerja dan efektivitas. Fleksibilitas dalam bekerja terbukti mampu meningkatkan keseimbangan hidup karyawan dan menghasilkan output yang lebih baik.
Reid Hoffman, pendiri LinkedIn, bahkan memprediksi bahwa pola kerja 9-to-5 akan benar-benar punah dalam waktu kurang dari satu dekade. Perubahan ini semakin dipercepat oleh kehadiran kecerdasan buatan (AI) yang membuka peluang pekerjaan baru daripada hanya menggantikan pekerja manusia. Berbagai sektor industri, seperti teknologi, media, dan finansial, telah beradaptasi cepat dengan AI, sementara sektor lain seperti kesehatan dan manufaktur masih perlu lebih banyak penyesuaian.
Untuk bertahan di era AI ini, Hoffman menekankan pentingnya menguasai AI tools, membangun adaptabilitas, dan menguatkan keterampilan kognitif manusia. Profesional yang mau beradaptasi dengan teknologi baru dan memiliki keterampilan berpikir kritis serta empati akan lebih unggul di pasar kerja. Masa depan kerja bukan lagi soal bertahan, melainkan bagaimana strategi untuk memanfaatkan potensi yang ada di era AI.